![]() |
Cinta pada manusia dibawah cinta pada Allah |
ORANG yang beriman mencintai segenap manusia. Itu karena manusia lainnya adalah saudaranya juga.
Dirinya dan manusia-manusia di manapun mereka berada, adalah keluarganya,
berasal dari satu bapak yaitu Nabi Adam as dan Siti Hawa yang mulia.
Allah Swt menerangkan kepada
kita semua perihal satu nenek moyang kita sebagai berikut:
"Hai manusia! Patuhlah kepada Tuhanmu yang
menjadikan kamu dari satu diri, dan dijadikan istrinya dari bangsanya sendiri,
dan diperkembangbiakkan dari keduanya laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan
patuhlah kamu kepada Allah yang dengan nama-Nya kamu satu sama lain menuntut
hak dan menjaga pertalian keluarga. Sesungguhnya, Allah itu Pengawas kamu
semua." (QS. An-Nisa: 1)
Dari ayat ini teranglah kita
bahwa kita semua berasal dari "nafsin
waahidah" (satu diri) yaitu Nabi Adam as. Ini berarti, klaim kaum
evolusionis tentang evolusi manusia dari tingkat yang rendah hingga menjadi
manusia adalah tidak berdasar karena dilihat dari segi agama dan ilmu
pengetahuan, hal itu bertentangan. Buku-buku Adnan Oktar yang memakai nama pena
"Harun Yahya" sangat intens mengkritik pemikiran ini yang bersumber
dari al-Qur'an dan penemuan sains modern.
Dari satu diri ini kemudian
kita semua diperkembangbiakkan. Dari Adam kemudian lahirlah Siti Hawa. Dari
Hawa kemudian lahirlah anak cucunya yang begitu banyak. Keturunan dari nabi
Adam ini pun dilihat dari karakternya terbagi dua, antara pengikut QABIL dan
HABIL, atau bisa disebut dengan "Qabil-isme" dan
"Habil-isme".
Peristiwa pembunuhan Qabil
atas Habil adalah disebabkan rasa dengki yang mendalam karena tidak
diperkenankan menikahi Wadhiah saudari kandung Qabil. Akan tetapi ia
diperitahkan untuk menikahi saudari Habil yaitu Damimah. Selain itu, juga
karena kurban yang diberikan Qabil kepada Allah tidak diterima sedangkan kurban
Habil diterima, dengan demikian maka Habil-lah yang berhak menikahi Wadhiah.
Karena dendam-kesumat itu terus dipelihara, maka Qabil pun tak terbendung lagi
hingga membunuh Habil agar ia tidak dapat menikahi Wadhiah.
Dan, seterusnya seperti itu.
Masalah zaman dari Nabi Adam dan keturunannya sampai selalu sama. Masalah
dendam, iri hati, ada orang baik, ada orang buruk, ada peiba hati, ada
provokasi, hingga konspirasi. Semua masalah itu terus saja berulang. Karakter
seperti Fir'aun misalkan, ada saja di zaman-zaman selanjutnya dengan variasi
kediktatoran yang berbeda. Sedangkan, orang-orang yang baik, para penyeru
kepada Tauhid yang terusir, bahkan dilenyapkan nyawanya juga tetap ada.
CINTA yang berlebihan biasanya
akan membuahkan sengsara, kecuali cinta kepada Allah Swt. Cinta pada manusia
yang berlebih ada kalanya membuat orang kecewa. Ambillah contoh, sebelum
menikah sepasang kekasih mengatakan kepada pasangannya bahwa dia akan tetap
setia hingga akhir. Baiklah, kita terimalah ucapan manis itu. Namun, pada
rentang berjalannya sejarah, kerap saja kita temukan orang-orang yang dulunya
pernah berkata setia, kemudian malah berpaling dari perkataannya.
Ini adalah berlebihan. Jangan
terlalu melampaui batas dalam cinta. Sebaliknya, cintailah sesuatu pada
kadarnya, pada porsinya yang tepat. Dengan demikian, jika suatu saat kita toh
akan kecewa, maka kekecewaan itu telah kita antisipasi dengan tidak terlalu
berlebihan dalam mencintainya.
Dalam mencintai sesama
manusia, kita kerap merasa tidak puas dengan yang sudah ada. Sudah dapat
seribu, minta lima ribu, seterusnya ketika dapat seratus ribu, minta lima ratus
bahkan sejuta. Manusia itu tidak ada puas-puasnya. Punya istri satu, tidak juga
dia merasa puas. Maka berkelanalah dia mencari istri baru. Bahkan, pada budaya
kerajaan, ada kalanya sang ayah itu tidak tahu siapa-siapa nama anaknya, dan
berasal dari istri yang mana. Selalu tidak puas.
Lantas, kapankah kita akan merasa puas? Selama
kita masih bernafas, kita tidak akan pernah puas. Kecuali, kalau kita telah
berkalangan tanah di pekuburan yang sempit nan gelap. KITA SEMUA BERASAL DARI
KETURUNAN YANG SAMA. Olehnya itu, karena kita satu nenek moyang, maka saling
cinta kepada sesama manusia harus kita miliki dalam batas-batas yang tidak
melanggar pada ketentuan Allah Swt. Cinta kita pada manusia haruslah semakin
mendekatkan kita kepada-Nya, jangan sampai malah menjauhkan kita dari cahaya
kebenaran. []
No comments:
Post a Comment