Greg Fealy |
Dengan Prof Greg Fealy
Sebelum menghadiri diskusi dengan Professor Greg Fealy, paginya kami jalan-jalan di pinggir Lake Burley Griffin. Danau seluas ini memang tidak cukup jika dikunjungi hanya satu hari. Dari situ kami menuju ke National Arboretum Canberra (NAC), sebuah lokasi konservasi hutan seluas 250 hektare yang selain ditanami lebih dari 44.000 pohon, juga ada pohon bonsai. Kata brosur mereka, “it is a place of beautiful landscapes, award-winning architecture and spectacular views.”
Ya, memang betul sih. Dari sini—karena ini ketinggian—kita bisa lihat Canberra. Malam sebelumnya, kami berada di ketinggian menara pemancar Telstar, dan melihat kota Canberra. Walau tidak begitu jelas, akan tetapi landscape kota kelihatan oleh kami.
Dari
NAC yang berjarak sekitar 6 KM dari Kota Canberra, kami ke kampus The
Australian National University (ANU). Diskusi dihadiri oleh Prof Greg Fealy,
Prof. Virginia Hooker, Dr. Sally White, dan mahasiswa PhD di Indonesia yang sandwich satu tahun di ANU atau yang
disebut dengan program PIES. forum membahas tentang fenomena Islam di
Indonesia. Tiap orang diberi berkenalan dan menyampaikan pendapatnya tentang
tema tersebut. Beberapa waktu sebelumnya, ada kasus seorang dosen Aceh yang
membawa mahasiswanya untuk belajar di gereja. Ini dibahas dalam forum.
Sebuah buku saya untuk Prof Greg Fealy (adanya cuma yang ini) |
Setelah
pertemuan ini saya bertemu kawan lama saya, Ahmad Dhiaulhaq. Enam tahun saya
berteman dengan beliau di Pesantren Darunnajah. Waktu saya dan beberapa teman
memprakarsai berdirinya Perhimpunan Profesional Indonesia (PPI), Dhiaulhaq juga
hadir. Waktu itu tampaknya ia lagi mempersiapkan diri untuk lanjut studi. Tamat
S2 dari Melbourne University, Dhiaulhaq lanjut PhD di Crawford School dalam
bidang lingkungan. Sebelumnya ia pernah bekerja di Thailand.
Di Kampus ANU |
Setelah berdiskusi dengan Greg Fealy, kami lanjut makan siang di ANU Cafetaria dan berfoto di sebuah taman dengan beberapa bola yang kabarnya itu landmark-nya ANU. “Tidak lengkap orang ke ANU kalau tidak foto di sini, Mas,” kata Fajran Zain, guide kami.
Dengan Prof James Haire
Nama James Haire saya baca di sebuah buku karyanya tentang Gereja Masehi Injili di Halmahera (GMIH) yang dijual di Toko Favorite, Tobelo. Saat ngobrol dengan si empunya toko, Aseng, ia cerita bahwa untuk penelitian tentang kerusuhan Tobelo 1999, James Haire bisa jadi salah satu informan karena ia pernah penelitian di sini.
Kampus Charles Sturt di Canberra |
Kepada Haire saya katakan bahwa saya besar di Tobelo, dan pernah mengajar di Universitas Halmahera (Uniera). “Berarti kita sama-sama dosen Universitas Halmahera, ya,” komentar dia. Uniera dulunya bernama Sekolah Tinggi Teologia (STT), kemudian menjadi Uniera seiring dengan bertambahnya fakultas dan jurusan. Di sini saya pernah mengajar satu semester, selanjutnya saya pindah menjadi PNS dosen Universitas Khairun di Ternate. Saya utarakan niat untuk menulis disertasi tentang Kerusuhan Tobelo.
James Haire sangat senang dan siap membantu. Ia katakan bahwa ada lulusan PhD ANU yang menulis tentang itu, tapi tentu berbeda jika ditulis oleh orang sana langsung. Keinginan untuk menulis tentang Kerusuhan Tobelo sebenarnya sudah ada sejak lama, terutama waktu saya dan keluarga harus mengungsi di Kompi dan dua minggu tidur di emperan rumah tentara bersama ratusan orang muslim lainnya. Waktu itu saya bertekad suatu saat akan menulis tentang kejadian ini. Ketika berdialog di ANU beberapa jam sebelumnya, keinginan untuk menulis topik itu muncul kembali, dan saya pikir saya cukup punya gairah untuk itu.
Teleconference dengan Haire ini dilakukan di Board Room 2015 Charles Sturt University dengan sebuah alat seperti pesawat. Waktu itu ia sedang di Melbourne, jadi tidak bisa kami bertemu langsung. Tapi suaranya yang jelas menjadikan diskusi jadi menarik, walaupun saya lihat teman-teman—termasuk saya juga sebenarnya—cukup letih dan pada ngantuk. Kayaknya, semingguan berpindah-pindah dengan kegiatan yang padat cukup membuat letih juga. Tapi walau letih tetap pada sehat, alhamdulillah.
Dinner dengan Rowan Gould |
Fasten your seat belt while seated – life vest under your seat.
Bismillah *
No comments:
Post a Comment