MENJADI pribadi
empatik itu nggak mudah, tapi juga bukan berarti tidak bisa. Pribadi empatik
itu bisa kita lihat salah satunya yang pernah dipraktekkan oleh salah satu
tokoh besar kita, Mohammad Natsir.
Waktu sakit, yang oleh dokter
sangat dianjurkan untuk banyak istirahat, Natsir malah menemui tamunya. Bahkan
pernah Natsir menunda makan, yang seharusnya ia harus makan, demi agar tamunya
mendapatkan pelayanan yang maksimal darinya. Salah satu alasan Natsir kenapa ia
melayani tamunya yang datang walau dia dalam keadaan sakit adalah karena,
"Siapa tahu dia berasal dari tempat yang jauh, dan ada sesuatu yang sangat
penting untuk disampaikan kepada saya."
Pribadi empatik adalah pribadi
yang bisa merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain. Ini sudah menjadi
kewajiban umat Islam sebenarnya, seperti yang pernah diucapkan oleh Rasulullah
Saw, "Kaum muslim satu dan lainnya seperti bangunan yang saling menguatkan
antara satu dan lainnya." Atau dalam kata lain, "Jika ada di antara
kita yang sakit, maka yang lain juga merasakan sakit yang sama."
Di sini kita diajarkan untuk
berempati kepada orang lain. Orang yang sengsara dalam hidupnya perlu kita
bantu. Kita perlu merasakan bagaimana penderitaan yang mereka rasakan, agar
tumbuh yang namanya kesyukuran dalam diri kita. Kalau selama ini kehidupan kita
"aman-aman" saja dari masalah, maka sungguh di luar sana banyak
saudara kita yang kasihan menderita hidupnya.
Pribadi yang empatik di jaman
sekarang sangat kita butuhkan. Oleh karena banyak pengangguran, banyak orang
miskin dimana-mana, begitu juga dengan orang dhuafa yang butuh sokongan materi
maupun immateri. Lebih dalam dari itu, tiap kita, apakah kaya atau miskin,
suatu saat bisa saja akan berada dalam kondisi yang tidak harmonis. Olehnya itu
sebagai teman, atau sahabat atau orang yang dipercaya, kita perlu berempati
kepada mereka dengan mendengarkan keluh kesah mereka, dan berusaha maksimal
mencarikan jalan keluar bagi masalah-masalah mereka.
Maka benarlah sebuah ungkapan
di berikut:
"Orang yang hidupnya untuk dirinya sendiri
akan hidup menjadi orang kerdil, dan mati sebagai orang kerdil. Sedangkan orang
yang hidupnya bagi orang lain akan hidup menjadi orang besar dan mati sebagai
orang besar."
Dalam konteks keindonesiaan, Mohammad Natsir dan deretan
pejuang lainnya telah
membuktikan itu. Tugas kita sebagai
penerus, meneruskan hal-hal baik dan inspiratif dari para pejuang dulu untuk
kemaslahatan dan kemajuan bangsa ini. []
No comments:
Post a Comment