BUNYI telpon berdering. Sebuah nomor baru. Dari suaranya, saya lupa-lupa ingat, tapi pastinya
suara yang pernah kukenal. Lelaki itu sedang dalam perjalanan dinas, dan
disempatkanlah untuk mengutarakan salah satu problemnya.
Sang lelaki ingin menikah, oh
itu rupanya. Trus trus...Dia mengenal seorang
perempuan, baik, cantik, dan pokoknya pas banget dengan taste-nya dia. Dia
pun mengajak di perempuan untuk menikah. Tapi, si perempuan memintanya untuk
menunggu kurang lebih tiga tahun lalu setelah dia tamat dari kuliahnya. Si
lelaki bingung juga. Dia berkata, "Bagaimana ya, saya ini juga laki-laki
normal. Kalau menunggu sampai lama begitu, saya juga bingung."
Kepada kawanku ini, ada
masukanku untuknya. Pertama, Menikah
itu ibadah. Karena menikah itu ibadah, maka niat kita harus ibadah juga. Kalau
kita serius untuk menikah dengannya, maka jangan diperlama, alias jangan
ditunda-tunda. Ada seorang akhwat, dia pintar dan cantik, dia ingin menikah,
tapi sang lelaki malah tidak ada kabarnya selama kurang lebih satu semester.
Padahal si akhwat sudah siap. Pastinya, sang akhwat merasa
"digantung", dan kalau dipikir-pikir, tindakan lelaki seperti ini,
yang dengan teganya menggantung-gantung hati orang, sungguh tindakan yang tidak
etis sebagai lelaki. Jadi, karena ibadah maka niatnya juga harus karena ingin
mendapatkan ridha Allah. Bukan untuk mendapatkan kecantikannya, hartanya atau
harum nama keluarganya.
Bagian kedua yaitu: Shalat Istikharah. Kalau kita ada sesuatu, usahakan
kembalikan kepada Allah. Karena apa yang kita anggap baik, belum tentu itu
baik. Ada orang yang waktu belum menikah terlihat begitu menawan, tp setelah
menikah malah penyakitnya bermunculan satu-satu. Orang yang cintanya hanya
karena fisik, pasti akan jatuh, dan berkurang bahkan bisa hilanglah cintanya
kepada pasangannya. Dengan shalat istikharah ini kita berdoa, Ya Allah kalau
dia baik untuk saya maka dekatkanlah saya padanya dan jika dia tidak baik untuk
saya--betapapun menariknya dia—maka jauhkanlah dia dari saya." Shalat
adalah penetralisir hati kita.
Yang ketiga adalah: status pernikahan. Menikah itu bisa wajib, atau
sunnah. Wajib itu kalau kamu merasa kalau kamu tidak menikah maka kamu bisa
terjemus pada dosa. Sunnah kalau kamu merasa, kalau saya belum menikah, saya
masih bisa menjaga diri. Dari sini kita bisa lihat kita itu di posisi mana.
Tapi anehnya ada juga orang yang sudah termasuk wajib tapi masih enjoy saja, itu karena dia sudah
terbiasa dengan dosa, maka dia biasa-biasa saja, ataukah karena dia menganggap
bahwa hidupnya masih panjang, jadi santai-santai sajalah, ataukah karena dia
punya pikiran, "yah, namanya juga manusia, tidak ada yang sempurna."
Dan yang keempat: putuskan segera. Kalau kita ada rasa, putuskanlah segera
apakah ingin menikah atau tidak. Kalau ingin menikah, maka ikuti jalur-jalur
islami untuk itu. Kalau tidak, maka putuskan bahwa saya tidak ingin menikah
dengannya. Kalau sudah suka, putuskan saja jadi apa tidak—tentunya setelah
shalat istikharah.
Beberapa masukan ini,
setidaknya bagi kawan saya yang barusan menelpon. Saya menyadari diri saya
masih jauh dari sempurna, betapa banyak noktah dalam hidupku aku rasa. Tapi,
sebuah nasehat untuk kebaikan, bagi diri kita dan orang lain itu sangatlah
penting. Karena dengan demikianlah kita akan menjadi muslim yang selalu berubah
dan mengharapkan adanya perubahan. Untuk kawanku, semoga Allah memudahkan
langkahmu untuk menikah. Dan, kalaupun belum bisa, maka menjaga diri dari dosa
adalah jalan terbaik menuju rahmat Allah. []
No comments:
Post a Comment