Thursday, June 25, 2015

Jalan Adan di Ramadhan

Adan waktu sehat
Saat sedang di kelas pada sebuah pagi menjelang siang, sebuah telepon masuk ke ponselku. Dari Usda, relawan Lingkar Donor Makassar yang hobbi membantu pasien rumah sakit yang butuh darah. Kata Usda, "Kak, Fajri meninggal tadi subuh." Saya pun segera menghubungi Yani, relawan Sedekah Rombongan Makassar--yang ditugaskan menangani Fajri--untuk meluncur ke lokasi dan jika memungkinkan membawa bantuan dari SR.

Cerita dari Sebuah Helm

Kali pertama bertemu Adan dan bapaknya
Suatu waktu, saat hendak ke kampus, seorang anak kecil menggunakan helm lewat depan kosan saya di Jalan Salim Fabanyo, Tanah Raja, Kota Ternate. Saya heran, kok siang-siang ini ada anak yang pakai helm sampai helm-nya itu tidak dilepas ketika mau masuk ke kamar tetangga. Sekilas saya lihat, ada sesuatu di mata kirinya. Berbeda sekali dengan mata biasa. Ingin segera bertanya, saya malu dan takut orang lain--atau keluarga dekatnya tersinggung.

Akhirnya, lewat istriku saya tahu bahwa Fajri atau yang biasa disapa Adan sakit tumor mata.

"Terus, pengobatannya gimana sekarang?" tanya saya.

Kata istri saya, ia sudah berobat di dokter di sini, tapi kayaknya butuh dirujuk ke Makassar.

Dengan segera saya bertemu Ecy Fabanyo, keluarga Adan yang juga tetangga saya dan mengutarakan bahwa saya berniat untuk membantu. Paling tidak sekecil apapun kita perlu sama-sama membantu untuk kesembuhan anak ini. "Masa depannya masih panjang," kata saya dalam hati.

Adan pertama kali saya foto tahun 2013 di rumahnya
Siang itu, sepulang dari kampus--biasanya saya pulang sore atau malam--saya meluncur ke rumah Fajri di Soa-Sio. Rumahnya lumayan bagus, karena sudah diperbaiki oleh pemerintah lewat program Barifola yang digagas Walikota Ternate Burhan Abdurahman. Bertemu dengan Asyad atau yang biasa disapa dengan Ad, ayah Fajri. Saya mengutarakan niat untuk membantu. Dengan tangan terbuka ia menyatakan iya. Saya pun foto-foto beberapa dokumen pendukung, hasil dokter, termasuk foto Fajri. Ketika saya foto itu, memang dari dekat saya lihat biji matanya menonjol keluar, dan di sekeliling mata kirinya itu bengkak. Selanjutnya, foto ini kemudian dipakai oleh beberapa relawan pencari dana, baik di Ternate, Makassar, Jogja, atau di Jakarta.

Sebuah figura terpajang di dinding rumahnya, anak kecil berkostum tentara di belakangnya ada helikopter. Saya pikir, mungkin ia sangat diharapkan kelak menjadi aparat tentara di negeri ini sehingga sejak dini orang tuanya telah memberikan sugesti lewat foto yang terpajang di dinding.

Saya pun buat proposal kecil berjudul "Bantuan operasi mata." Saya kirim ke berbagai lembaga, umumnya di luar Ternate; lembaga-lembaga zakat, lembaga sosial, hingga bank-bank yang saya pikir ada bantuan sosialnya. Tidak banyak yang merespon, mungkin hanya 1 persen dari belasan lembaga yang saya kirimkan itu merespon. Dari Jakarta. Mereka sangat ingin membantu sampai selesai, akan tetapi guna administrasi mereka butuh estimasi anggaran (seluruhnya) yang dikeluarkan oleh rumah sakit secara resmi. Sedangkan yang saya kirimkan--sekitar puluhan juta--barulah perkiraan kasar saja. Ketika di Makassar, bersama Fajri, bapaknya, dan neneknya, saya pun bertanya tentang estimasi itu, tapi memang agak sulit, karena sakit tumor mata jenis retino blastoma ini memakan waktu lama dan biayanya tidak bisa diprediksi. Akhirnya karena tidak dapat rincian itu, saya pikir, mungkin bukan rezekinya.
Ketika matanya hendak dibersihkan

Lewat beberapa mahasiswa, proposal saya berikan. Beberapa aktivis LDK, KAMMI, dan beberapa lainnya menghubungi kawan-kawannya, termasuk di kota selain Ternate. Mereka berpanas-panasan di jalan raya, di tikungan jalan membawa poster Fajri. Terlihat mereka begitu tulus membantu saudaranya--sesuatu yang menurut saya sangat baik dan luar biasa. Bersyukurlah saya ternyata banyak dari anak muda kita yang peduli pada sesama. Dana yang terkumpul mereka kirim ke rekening saya secara bertahap. Ada yang kirim 18juta, 6juta, dan seterusnya. Belum lagi ditambah teman-teman Facebook saya, baik di Indonesia maupun luar negeri, yang dengan sukarela membantu. Mereka walaupun sedang studi (dan pastinya butuh uang), mereka tetap mau bantu. Tapi sayang data-data saya itu ada di Tobelo, rumah saya sekarang dan tidak bisa dihadirkan di sini. Perkiraan total uang masuk di saya untuk pengobatan Fajri sekitar 30 juta. Itu baru dari saya, belum lagi dana yang sebelumnya digalang oleh Milanisti--penggemar AC Milan di Ternate--yang terkumpul lebih dari 20 juta, menurut Izar salah seorang relawannya. Teriring doa semoga semua amal para donatur mendapatkan pahala terbaik di sisi Allah swt, amin.

Berangkat ke Tamalanrea

Adan main game
Dengan uang yang seadanya saya pesankan tiket untuk Fajri, bapaknya, neneknya, dan saya ke Makassar. Saya pikir di Makassar nanti bapaknya Fajri dan neneknya bisa saling-bantu jaga Fajri (selanjutnya Nana, kenalan bapaknya, sangat banyak bantuannya dalam merawat Adan). Ketika di Makassar, subhanallah, akhirnya datang bantuan dari banyak pihak--yang jumlahnya lebih 30 juta itu. Untuk memudahkan transport, sering kali kita naik taksi. Juga, saya ajak ke tempat makan yang relatif enak di Tamalanrea. Semata agar perasaannya lebih santai, rileks, keluarganya juga merasa tidak berat, yang itu berpengaruh bagi kesembuhannya.


Beberapa hari di Makassar, saya harus kembali ke Ternate karena urusan kampus yang belum selesai. Belum lagi ditambah deadline yang datang silih-berganti. Saya pun kembali ke Ternate, dan di Makassar Fajri dibantu pula oleh mahasiswa asal Ternate yang tinggal di salah satu BTN di Tamalanrea.

Setelah cek dokter
Hingga suatu saat, saya dengar kabar katanya Fajri sudah kembali ke Ternate. Saya pikir mungkin sudah selesai kemoterapi-nya. Tapi ternyata belum, masih rawat jalan. Menurut dokter mata, kemo ini butuh 16 siklus, dan itu tidak boleh terputus. Kalau terputus, akan berpengaruh pada tubuhnya. Ketika di Ternate itu memang matanya terlihat membaik, tapi bukan berarti di dalam sel-sel kanker-nya sudah mati.

Keputusan kembali ke Ternate diambil oleh keluarga Fajri karena biaya di Makassar memang cukup besar. Walau pakai Jamkesmas, tapi biaya obat yang tidak tersedia di rumah sakit dan biaya sehari-hari juga harus dipertimbangkan. Akhirnya bapaknya berpikir kembali sementara ke Ternate untuk cari uang lagi. Bapaknya sebelumnya berprofesi sebagai ojek, dan juga penjual batu bacan di sekitar Salero, tak jauh dari istana Kesultanan Ternate dan Hypermart.



Petikan-Petikan Hikmah

Terakhir saya jenguk Adan di Daya, Makassar
Dalam proses perkenalan pada tahun 2013 hingga wafatnya Fajri pada tahun 2015, saya mendapati banyak sekali hikmah. Pertama, jika kita tersentuh untuk membantu orang lain, maka kita harus segera bantu. Jangan tunda lama-lama, karena kesempatan berbuat baik bisa jadi hanya diberikan satu kali. Terkadang memang kita akan bahkan harus berkorban untuk itu, tapi yakinlah bahwa tak ada kebaikan yang sia-sia. Toh apa yang kita dapat hari ini juga berkat pengorbanan orang lain. Kita menjadi diri kita yang sekarang karena begitu banyak orang yang telah memberikan sumbangsih terbaiknya, sekecil apapun itu. Artinya bahwa, kalau kita ada juga karena orang lain maka kebutuhan orang tetap harus kita jaga, dan kita bantu.


Kedua, selalu ada orang baik yang siap membantu. Ketika memulai dengan cerita dari mulut ke mulut dan sebuah informasi di proposal, lama-lama bertambah barisan orang yang siap membantu. Angka 30 juta yang terkumpul waktu itu adalah angka yang lumayan untuk ukuran cari dana bukan dari pemerintah. Masyarakat kita sejatinya tipe masyarakat yang rajin memberi, apalagi untuk hal-hal yang sangat penting dan menyentuh sisi kemanusiaan mereka. Ini juga, di sisi lain menjadi tanda bahwa potensi zakat kita begitu besar di negeri ini yang jika dikelola secara baik akan menghasilkan distribusi keadilan yang baik pula.

Ketiga, sekuat usaha kita, tetaplah semua berada di takdir Allah. Kita ingin orang lain sehat, dan kita mati-matian untuk itu, tapi semuanya kembali kepada Allah. Allah saja yang menentukan kapan seseorang lahir dan kapan seseorang tiada. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. Sebagai manusia tentu saja kita tidak boleh berputus asa dari rahmat Allah. Kita harus terus berusaha sampai pada titik dimana usaha kita sudah sangat maksimal. Usaha untuk memberikan yang terbaik, bermanfaat bagi orang lain sejalan sekali dengan sabda Rasul yang sangat populer, sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya.

Sebuah figura di dinding
Akhirnya, saya hanya bisa berdoa kepada Fajri, semoga beliau mendapatkan tempat terbaik di sisi Allah swt. Terakhir ia sempat meminta coklat, karena ia suka sekali. Ketika saya harus menetap di Bandung, saya telepon istriku untuk luangkan waktu bertemu Fajri dan bawakan ia coklat. Ketika mendapat coklat, kata istri saya, wajahnya langsung cerah dan senang sekali.

Sebuah figura di dinding rumahnya mungkin akan tetap di situ sampai kapanpun. Sebuah harapan dari orangtua, agar kelak anaknya mungkin bisa menjadi salah seorang aparat penjaga keamanan negeri ini dari berbagai ancaman. Sebuah sugesti, sekaligus mengandung harapan.

Fajri atau Adan yang lahir di fajar Ramadhan, kini telah berpulang di bulan Ramadhan pula, tak lama setelah azan subuh berkumandang membangunkan orang-orang untuk menggapai kemenangan.  

Rabbigfirlahu warhamhu wa afihi wa'fu 'anhu.

No comments:

Post a Comment

Kazakhstan from the Eyes of Indonesia: Understanding and Enhancing Long-Term Partnerships

Kazakhstan is known as the ‘Heart of Asia’. A country that is locked by the largest land in the world located in Central Asia. Kazakhstan is...