SAYYIDINA Ali ra,
suatu waktu ditanya tentang erapa jumlah kawannya. Ia menjawab seperti ini:
“Aku tidak tahu karena sekarang ini dunia sedang
mendatangiku dan semua kawan-kawanku mendatangiku. Aku dapat mengetahui kelak
bila dunia membelakangi aku.
“Sebaik-baik kawan,”
kata Imam ‘Ali, “ialah mereka yang
mendatangimu di saat dunia meninggalkanmu.”
Apa kata khalifah kita yang
keempat itu baik sekali jika direnungkan. Suatu waktu, seorang mantan pejabat
menceritakan. “waktu masih jadi pejabat,” kata beliau, “orang-orang biasa
membawakan parcel ke rumah saya.” Tapi, ketika jabatannya sudah habis, tak ada
lagi parcel yang warna dan rasanya kayak nano-nano, dan karangan bunga yang hinggap di
pekarangan rumahnya.
Saat berjaya, seseorang menjadi magnet bagi yang
lainnya. Yang namanya magnet, dia tentu akan menarik siapa-siapa yang dekatnya
agar bersama dengannya. Namun, ketika daya magnet seseorang seperti
jabatan—apalagi jabatan ‘basah’—sudah tidak ada, maka di situlah, kita akan
mengetahui, siapa yang benar-benar menjadi teman kita.
Saat masih punya duit banyak,
mungkin benar kata sebuah pepatah, “ada uang abang disayang.” Tapi, kalau tidak ada uang bagaimana? Maka, perkataan “abang
ditendang” mengandung arti bahwa ada orang tertentu di dekat kita yang
berpatokan pada seberapa tebal kantong temannya.
Di sebuah kesempatan, di
televisi pernah ditampilkan kepada kita tentang seorang perempuan yang wajahnya
rusak. Rusaknya karena ada cairan tertentu yang kena pada wajahnya, dan itu
membuat wajahnya harus dioperasi kembali untuk bisa normal. Foto perempuan
tersebut, bolehlah kita sebut dengan kata “cantik.”
Di lain tempat, ada juga orang
yang terkena lumpuh. Saat lumpuh itu, tubuhnya hanya bisa berbaring di atas
kasur, atau kalaupun kuat, hanya duduk-duduk saja di atas kursi roda.
Pemandangan ini tentu membuat kita menjadi iba dan berempati pada
mereka-mereka, namun seberapa jauh dan lama iba dan empati itu, sangat
bergantung pada kedalaman hati dan kesyukuran kita.
Mereka yang sejati, biasanya
akan menerima kawan, atau orang-orang terdekatnya dengan apapun kondisi yang
ada. Waktu yang lalu ada lagi seorang lelaki yang kena lumpuh, dia tidak bisa
jalan normal. Kalaupun berjalan, ia hanya bisa menggunakan punggungnya, dan
kakinya ada yang terangkat ke atas dan ke bawah. Dari kecil hingga kurang lebih
30 tahun, sang ibu menjaga anak tersebut dengan sabarnya.
Dalam kondisi serba kekurangan
itulah kita akan melihat mana teman kita yang sejati, dan mana yang bukan. Saat
kita berada, wajarlah kalau ada yang mendekat—mungkin ingin berbagi, mencari
hikmah, ataukah ingin mendapatkan keuntungan bagi dirinya sendiri. Dalam
kondisi “sehat” itu, adalah wajar, kalau jumlah kawan kita banyak, namun
seperti kata khalifah ‘Ali di atas, kita akan bisa tahu kelak berapa jumlah
kawan kita setelah dunia “membelakangi” kita, alias ketika kita berada tidak
sekuat, sesehat, sekaya, secantik, setampan, seberada sebelumnya. []
No comments:
Post a Comment