![]() |
Hanya Tuhan yang tahu jodoh tiap orang |
”Kami tidak pernah mengenal mahar yang lebih mulia
daripada mahar Abu Thalhah ketika mengawini Ummu Sulaim. Maharnya ialah masuk
Islam.”
(Pengakuan para wanita Madinah)
JODOH itu di tangan
Tuhan, sudah pasti. Dalam proses untuk menemukannya, ada yang berjuang dengan
keras, tapi ada yang kesannya mudah banget mendapatkan jodohnya. Seorang kawan,
dia mati-matian bekerja, cari duit, tapi dia belum juga menemukan calon
pendampingnya yang pas. Berkali-kali dia patah. Orang yang pernah dia cintai,
kemudian "lari", pergi meninggalkannya. Akhirnya, dia hanya
menyisakan perih dalam jiwa. Seorang yang lain, mudah sekali dia dapatkan
jodoh. Dia tidak terlalu sulit, harus dapat pekerjaan dulu, pekerjaan tetap
dengan gaji sekian-sekian, ataukah harus sarjana dulu. Dia mudah saja
mendapatkan jodohnya, alias mudah saja dia menikah.
Datangnya Kapan? Ketentuan
mengenai kapan datangnya jodoh, kita sendiri tidak bisa memastikan. Beberapa
minggu lalu, seorang kawanku menikah, dengan seorang perempuan yang relatif
muda. Tampaknya, saya melihat, si lelaki ini sepertinya dijodohkan oleh bos-nya,
untuk menikah dengan anak sang bos, karena si lelaki adalah orang kepercayaan
dari sang bos.
Jodoh bisa juga didapatkan
dengan mencari. Ada yang minta diuruskan oleh murobbi-nya, pembinanya dalam
sebuah pengajian. Prosesnya adalah: sang perempuan atau laki-laki memasukkan
biodatanya, lengkap dengan riwayat sakit, kekurangan dan kelebihan, pendidikan,
alamat, serta calon yang diinginkan. Sang murobbi kemudian mengurus biodata
tersebut, mencarikan biodata lainnya yang pas dengan kriteria itu. Kalau sudah
dirasa pas, maka si lelaki akan diberikan satu atau dua biodata.
Biodata yang di tangan lelaki
itu akan ditimbang olehnya, apakah dia mau lanjut untuk ber-taaruf atau tidak.
Kalau dia mau, berarti si lelaki akan dipertemukan dengan sang wanita, didampingi
oleh seorang atau dua orang masing-masing. Kalau dirasa cocok, maka keduanya
akan meneruskan sampai pada tingkat menghubungi keluarga, kalau keluarga cocok,
akan lanjut terus, sampai ke pernikahan. Masalahnya, terkadang juga di pihak
keluarga yang kurang cocok, makanya pernikahan akan molor, bahkan tidak jadi
sama sekali, walau kedua calon telah bersepakat.
Ada juga yang mencari jodohnya
dengan mencari sendiri. Dia yang cari sendiri biasa karena alasannya dia tidak
ingin "sembarangan memilih orang". Dia rasanya takut kalau dicarikan,
dia takut kalau tidak pas, padahal walau dia cari sendiri belum tentu nanti
kalau sudah nikah akan pas-pas juga. Mereka yang cari sendiri biasanya memiliki
tingkat kepercayaan yang cukup tinggi. Mereka kalau sudah dapat calon, mereka
akan berusaha lengket ke calon tersebut dengan berbagai cara tentunya, sampai
mereka dapatkan calonnya. Ada yang pakai jalur kebaikan (kalau dia beriman),
juga ada yang pake jalur ketidakbaikan (kalau dia nggak bener) dengan mendatangi dukun, contohnya. Ini ada lho
faktanya, saya pernah temukan di sebuah tempat.
Masalah Pas dan tidak Pas. Calon suami atau istri itu
bukan baju, jadi tidak bisa dijajal dulu untuk menentukan pas atau tidak. Pas atau tidak pas biasa akan terasa dalam
hati kita. Misal, kalau kita lagi taaruf dengan seorang calon, kemudian kita
shalat malam, dan perasaan kita serasa menjadi tenang, bahagia, dan kayaknya
alam ini mendukung kita gituh. Itu kemungkinan besar kita akan jadi menikah.
Atau, dalam kasus lain, ada
yang merasakan pas itu dalam mimpi. Tapi, untuk mendapatkan mimpi yang bener,
kitanya juga harus bener juga. Maksudnya, sebelum tidur, kita berwudhu, shalat
witir, kemudian berdoa agar besok bangun tidak kesiangan. Kadang, dalam
hari-hari itu, apakah setelah shalat istikharah atau shalat malam, kita akan
mimpi bertemu dengan seseorang yang kita tidak kenal sama sekali, tapi dia itu
ada. Nah, kemungkinan itu adalah calon kita. Hal ini pernah dirasakan oleh
seseorang dalam minggu-minggu sebelum pernikahannya. Dari situ, kemudian dia
yakin, bahwa, calon saya ini sudah pas.
Tapi, jangan juga beranggapan
bahwa pas tidaknya seorang anak manusia itu harus lewat pacaran. Pacaran itu
cenderung membuat kita untuk bermuka dua. Di depan si dia kita baik-baik, tapi
di belakang belang kita nyata adanya. Kita berbaik-baik kalau bicara,
bermanis-manis tutur katanya. Kita tidak tahu apakah calon kita itu bener atau
nggak. Dan, kalaupun sudah nikah nanti apakah dia akan bener atau nggak, kita
juga nggak tau.
Jadi, pacaran itu kalau bisa
dihindari saja. Sebenarnya bukan kalau bisa juga sih, tapi sebaiknya (masih
sama ya..), atau tepatnya wajib dihindari karena akan berakibat buruk. Pertama,
kita berbuat dosa. Padahal kita nikah kan untuk mendapatkan ridha Allah, masa
untuk dapat ridha itu kita harus maksiat dengan pacaran dulu? Tidak kan?
Menunggu Ternyata Menyakitkan.
Menunggu itu sakit. Apalagi kalau sudah menunggu dan tidak jadi, lebih sakit
lagi. Seorang kawan, by phone dia
cerita, katanya dia lagi berproses sama mahasiswa salah satu kampus terkenal di
Jakarta. Mereka ini sama-sama aktivis. Si perempuan hebat, bahasa Inggris-nya
mantap, berkali-kali juara di tingkat nasional. Enam bulan si akhwat ini
menunggu kabar dari si lelaki itu. Tapi, enam bulan itu juga si lelaki diem,
tidak beri kabar apa-apa, bahkan selalu menghindar saat ditanya apa
keputusannya. Lelaki macam apa kamu, kalau tidak bisa memberi keputusan tegas?
Kalau jadi, bilang jadi, kalau tidak bilang tidaklah. Mungkin itu kasarnya
kalau kita tegaskan ke si lelaki. Walhasil, kasihan si akhwat ini, dia menunggu
enam bulan, tapi di lelaki loyo banget.
"Ikhwan itu pada
pengecut! Hanya berani menyakiti akhwat," itu pernah saya dengar. Maksudnya, menyakiti akhwat adalah: Ikhwan-ikhwan itu pada beraninya
cuma di SMS doank, "Apa kabar ukhty?", "Semoga sehat aja
yah..", "Qiyamullail bareng yuk!" Hmm, ini termasuk trik lama.
Sebenarnya, kalau mau lebih bertanggungjawab, datanglah lamar itu akhwat.
Jangan hanya berani demontrasi di jalanan, mengutuk korupsi, tapi tidak berani
mendatangi ke rumah calon istri.
Akhwat dalam kacamata seorang ikhwan, bagaimana?
Terminologi ikhwan dan akhwat itu ada karena mereka ikut
pada sebuah pengajian. Kata akhwat dan ikhwan itu artinya adalah
"saudara". Bagi perempuan dipanggil "ukhti" (saudaraku
perempuan) dan "ikhwan" (saudaraku laki-laki). Lantas, bagaimana sih
para ikhwan itu melihat para akhwat?
Kata ikhwan di sini bisa juga dimaknai sebagai lelaki, tanpa merujuk pada
“ikhwan” yang lazim digunakan aktivis gerakan Islam.
Setidaknya, ikhwan melihat akhwat itu begini. Satu. Akhwat itu tipe perempuan idaman.
Idaman yang mereka maksud karena akhwat-akhwat itu suka ikutan pengajian.
Artinya, anggapan dasarnya, kalau ada orang yang suka pengajian berarti dia itu
orang baik-baik, atau kalaupun dulu dia agak nakal, dia sudah berubah menjadi
baik. Perempuan yang suka pengajian itu bagus, karena dengan begitu dia akan
menjadi ibu yang baik.
Ingat, Ibu itu adalah SEKOLAH.
Kata penyair, "Jika engkau persiapkan para wanita itu, maka sesungguhnya
engkau telah menyiapkan thayyibal a'raq
(generasi yang harum namanya). Jadi, para ikhwan cari akhwat karena yakin bahwa
akhwat itu lebih "aman" untuk membentuk keluarga yang sakinah, bisa
mendidik anak menjadi baik.
Tapi, bukan juga berarti bahwa
semua yang tidak disebut akhwat itu nggak baik. Ada juga orang yang mungkin
belum memakai jilbab, tapi hatinya baik. Jilbab itu perkara hidayah, juga
perkara lingkungan. Lama-lama juga perempuan yang belum berjilbab itu, jika
terus berteman dengan yang berjilbab akan mengenakan jilbab juga. Ini
sebenarnya adalah doa, bagi teman-teman yang belum berjilbab agar berjilbab,
karena jilbab itu kewajiban lhoo...Di Al-Qur'an juga Allah berfirman tentang
itu.
Kedua. Akhwat itu lebih
misterius. Yang tertutup biasa misterius. Belum jelas. Menimbulkan tanda tanya.
Bagi laki-laki yang menyukai petualangan dalam hidup, menikah dengan yang
akhwat akan semakin membuatnya sadar, satu-satu, bahwa ternyata ada ini,
seterusnya ohh ada juga ini, dan seterusnya. Maksudnya adalah, kalau orang yang
pakaiannya seksi gitu kan sudah bisa ditebak-tebak juga gimana orangnya. Kalau
yang akhwat, mereka masih misterius. Bahkan, kalau sudah menikah, dalam urusan
cinta juga kemisteriusannya akan terbuka satu-satu. Jangan langsung terbuka
semua, itu namanya petualangan. Tapi, itu nanti kalau sudah menikahlah.
Seorang akhwat, kalau ketemu
saya, dia selalu tanya, "Kak, mana janjinya?" Janji apa? kata saya.
Oh, ternyata yang dia maksud adalah janji untuk mencarikannya seorang ikhwan.
Si akhwat dari pulau Sulawesi ini sudah lama ingin menikah, akhirnya dia cari
ikhwan Bandung, walau akhirnya kandas-kandas juga. Tapi belakangan, saya
mengetahuinya bahwa ia telah mendapatkan lelaki idamannya.
"Sekarang ini, nyari
ikhwan itu susah ya," kata seseorang. Mungkin karena dia tidak mendapatkan
pasangannya. Saya pernah bertanya ke seorang ibu,
"Ada stok ikhwan gak?" Ternyata tidak ada juga. Yang banyak saat ini
adalah stok akhwat. Kenapa ya kok saat ini akhwat yang siap nikah itu banyak
banget, tapi mereka terlihat begitu susah untuk dicarikan seorang ikhwan.
Beberapa orang pernah saya
tanyakan, "Ente mau nikah nggak?" Si ikhwan ini ganteng, lulusan S1
dari Mesir lagi. Wow, Fahri donk? Dari segi gantengnya,
saya lihat dia tidak jauh berbeda dengan Fedi Nuril, atau juga mirip artis-artis ganteng lainnya. Tapi, si ikhwan ini masih belum juga mau menikah. Saya berbaik
sangka saja, mungkin ada hal prioritas lain yang sedang dikejarnya. Seorang
lagi, "Ane harus tamat S2 dulu. Sekarang juga ane belum kerja. Dan, orang
tua juga maunya kalau sudah tamat S2." Beberapa orang yang sempat saya
tanya, para ikhwan ini mengatakan, "belum siap."
Ada juga yang lainnya, umurnya sudah hampir 40 tahun.
Wow, dia tamat S1 dan S2 dari Timur Tengah, luar biasa manusia satu itu. Dari
dulu yang dia cari, untuk kerja itu hanya satu: Masuk Departemen Agama!
Sekarang dia telah di Depag. Saat ditanya tentang nikah, dia bilang, "Saya
belum siap untuk ditanya-tanya orang seperti satpam saja. Kalau saya pulang,
nanti istri saya tanya, kamu dari mana aja, ngapain, handphone sini, dlll"
Jadi, sampai sekarang, si lelaki ini belum juga menikah, walau sudah tamat S2.
Kembali ke Tuhan. Tuhan yang
paling tahu, kita kapan datang jodoh. Seperti juga Tuhan paling tahu kapan
seorang perempuan akan hamil, melahirkan dan punya anak. Tugas kita adalah
berusaha. Kalau kamu seorang ikhwan yang ingin menikah, berusahalah untuk
menikah. Para akhwat juga begitu. Mereka, walau dalam diam, sesungguhnya rindu
untuk "ditembak" dengan kata-kata, "MENIKAH." Jangan kau
kira senyuman manis seorang wanita lajang yang sudah di umur menikah itu tulus!
Mereka masih memendam sesuatu, sebuah harapan yang mereka hanya bisa memendamnya,
tapi sayangnya banyak dari lelaki itu yang tidak mengerti. Mereka rindu, ingin
menyempurnakan agamanya. Mereka tidak ingin pacaran. Karena mereka ingat Allah!
Mereka ingin meraih surga, dengan pernikahan. Dan, mereka ingin berbakti kepada
suaminya, nyiumin tangan suaminya kalau berangkat keluar rumah, dan memberikan
yang terbaik buat sang suami, karena dengan begitu mereka akan menjadi wanita
yang sempurna.
Kita tidak tahu, dan tidak
bisa mempercepat datangnya jodoh. Kita hanya bisa berusaha agar jodoh itu
disegerakan Allah. Ikhwan-ikhwan yang lajang, belum datangkah waktumu untuk
menyempurnakan separuh dien-mu? Uang pestanya gimana? Masalah uang pesta itu mah
gampang. Jangan matematislah dalam masalah nikah. Nikah itu hubungan kita
dengan Tuhan. Kalau kita serius, Allah akan bantu. Walau sampai sekarang masih
melarat, kalau dirimu mau menikah, insya Allah akan dibantu. Coba baca ayat-ayat tentang nikah, seperti dalam
surat An-Nisa, Allah bilang bahwa, "Apabila (para bujangan) itu fakir,
maka Allah akan menjadikan mereka kaya."
Asal ada kemauan, insya Allah
ada jalan. Idza shaqal 'azmu wadhaha
assabil (kalau azzamnya bagus, maka jalan akan terbuka jelas). Dimana ada
kemauan, di situ ada jalan. Jadi, berikhtiarlah wahai para ikhwan, untuk
menyegerakan menikah. Dan, para akhwat yang sampai saat ini belum menikah, agar
bersabar, jangan marah-marah karena jodoh tak kunjung datang. Alangkah baiknya
jika ditambah lagi ilmu agamanya, juga pengetahuan tentang psikologi laki-laki,
pernikahan, dan memperbanyak zikir. Insya Allah, selalu ada jalan untuk mereka
yang ingin meniti jalan-Nya yang terbaik... []
No comments:
Post a Comment