Wednesday, July 15, 2015

Buku-Buku di Rak Lemari Saya

Beberapa buku karangan saya (rak tengah) waktu di kos Ternate
Sejak kecil saya hobi baca buku, termasuk di dalamnya adalah membeli buku. Ketika jadi mahasiswa, hobi ini makin bertambah apalagi setelah mendapatkan uang beasiswa dari Penanggulangan Kerusuhan dari Unhas dan dari Dompet Dhuafa.

Biasanya kalau bukan di toko buku depan Kampus UIN Alauddin Makassar, saya beli buku di jalan Urip Sumoharjo, toko buku di Pasar Sentral, atau sekaligus jalan-jalan saya ke Gramedia di Mal Ratu Indah atau Mal Panakkukang.

Tapi kebiasaan saya baca dan beli buku itu rasanya belum cukup. Maka saya mulai membiasakan diri dengan menulis. Ketika masih berjaya jejaring sosial Friendster, saya aktif sekali di situ. Tiap online di warnet, saya biasa mengirimkan pesan berantai ke teman-teman, baik itu resensi buku, atau sekedar pengalaman sehari-hari. Belakangan hari, beberapa tulisan di situ saya kumpulkan. Walaupun belum masuk dalam buku, tapi saya masih simpan hasil karangan saya waktu itu.

Kemudian, saya mulai melatih diri menulis di koran kampus. Identitas Unhas pernah beberapa kali menerbitkan tulisan saya. Tak puas dengan itu, saya kirim juga ke Fajar. Dimuat beberapa kali. Dan saya kirim lagi ke Tribun Timur. Dimuat juga beberapa kali. Selanjutnya saya kirim ke media-media yang tidak begitu dikenal, dengan pemikiran bahwa setiap tawaran untuk menulis--baik yang ada honor atau tidak--saya tetap layani. Saya pikir, lebih baik proses pada pembelajaran daripada duit. Duit kelak bisa dicari, tapi pengalaman susah datang dua kali.

Akhirnya, saya pun memberanikan menulis buku. Dari buku Menemani Bidadari Suara Hati Seorang Mahasiswa yang saya tulis selama enam hari, hingga Ensiklopedia Allah yang saya tulis selama tiga bulan (atas nama: Abu Fikri Ihsani). Kemudian dari buku biografi seperti Fatimah Az-Zahra, hingga Presiden Mursi, Anies Baswedan, dan Hidayat Nurwahid. Saya selalu berpikir, bahwa menulis kebaikan adalah ibadah. Ini adalah dakwah. Mau ada honornya atau tidak, mau terkenal atau tidak, niat utama saya adalah dakwah.

Dari tulisan yang pernah saya buat, sering sekali tidak ada honornya. Tulisan paling mahal saya dapatkan untuk beberapa halaman berasal dari majalah-nya Garuda. Waktu itu ada seorang kawan yang whatsapp minta saya menulis tentang destinasi Ternate, akhirnya saya iyakan. Kawan baru itu rekomendasikan nama saya dari kawan saya lainnya yang saya belum pernah bertemu, kecuali hanya pesan-pesan di grup whatsapp. Memang, silaturahmi itu penting sekali, dan memperluas rezeki.

Buku-buku yang ada di rak kos saya--sebagaimana dalam foto ini--lahir dari semangat saya untuk terus berdakwah dalam menulis. Saya berprinsip, jika saya lemah di satu sisi saya nggak boleh lemah di sisi lainnya. Persis seperti kata Buya Hamka, kalau kamu buruk rupa jangan sampai buruk budi. Artinya, kalau kita kurang di satu sisi kehidupan, janganlah sampai di sisi lainnya kurang kurang juga alias tidak ada yang dapat diandalkan. Paling tidak, harus ada satu yang bisa diandalkan dari diri kita. Beberapa buku karanganku yang ada di rak adalah proses dimana saya berusaha untuk mencari amal terbaik, paling tidak semoga bisa menjadi amal jariyah di akhirat kelak. Insya Allah. *

No comments:

Post a Comment

Kazakhstan from the Eyes of Indonesia: Understanding and Enhancing Long-Term Partnerships

Kazakhstan is known as the ‘Heart of Asia’. A country that is locked by the largest land in the world located in Central Asia. Kazakhstan is...