Sunday, July 5, 2015

Hawa Berasap di Kota Kembang

Wanita merokok (KoranFakta.Net)
Ketika pertama kali menetap dalam waktu yang agak lama di Bandung, satu hal yang saya lihat adalah fenomena perempuan merokok. Waktu itu, jelang magrib saya makan di sebuah warung tak seberapa jauh dari Cihampelas Walk. Saat menunggu makanan, di seberang tempat duduk saya beberapa wanita muda tengah bercerita sambil sesekali mengepulkan asap rokoknya ke udara.

Sebagai orang kampung, saya agak terkejut. Sebenarnya tidak terkejut amat karena di sekitar rumah saya, di pinggiran pantai Angin Mamiri Tobelo di Halmahera sana, banyak juga ibu-ibu yang merokok. Jadi seharusnya saya tidak terkejut. Tapi kali ini saya terkejut.

Tampaknya karena yang merokok di dekat saya adalah wanita-wanita muda. Baiklah, seharusnya kalau saya peduli saya tidak boleh memisahkan seperti itu--muda atau tua--tapi kenyataannya memang ada hal yang berbeda ketika kita lihat ibu-ibu tua merokok dengan wanita-wanita muda merokok. Sama halnya ketika kita lihat anak SMP atau SD merokok dengan lelaki tua bangka merokok. Pasti ada bedanya, bukan?

Di lain waktu, setelah nonton di Cihampelas bersama beberapa kawan Awardee LPDP, saya ajak mereka makan di warung yang pernah saya tempati makan itu. Ketika itu, saya juga temukan beberapa wanita muda merokok. Seorang kawan saya bertanya setelah kami selesai makan, "di warung itu memang biasa ya cewek merokok?" Saya jawab, "setidaknya waktu saya pertama kali ke situ memang saya lihat banyak perempuan muda merokok."

Ada semacam kepedulian, atau mungkin perhatian dari kita--mungkin teman-teman saya juga, paling minimal sih saya--akan wanita-wanita yang merokok itu. Memang, hak merokok itu mereka punya sebagai manusia merdeka, tapi kan ini masalah kesehatan. Orang-orang yang mati-matian bela rokok besar mungkin di satu sisi akan dianggap pahlawan karena memperjuangkan banyak pekerja tembakau, tapi di sisi lain tidakkah mereka memikirkan dampak buruk rokok bagi kesehatan? Dan, mungkin pertanyaan paling penting juga adalah, apakah orang-orang kaya pemilik perusahaan rokok itu juga menikmati rokok? Selebaran-selebaran di dunia maya--ini tidak bisa jadi fakta, tapi bisa dipertimbangkan untuk ditelusuri lebih lanjut--bilang, keluarga-keluarga kaya pemodal perusahaan rokok juga tidak merokok karena mereka tahu buruknya efek rokok.

Tadi, di bulan Ramadhan yang mau mendekati hari ke-20 ini saya melihat seorang perempuan muda merokok. Waktu itu saya baru mau naik ke sebuah mushalla kecil di samping Gramedia. Dengan santainya merokok, kemudian setelah salat, saya turun ia masih merokok bersama seorang lelaki lagi. Saya berpikir, "mungkin ia sedang datang bulan, jadi ia tidak bisa puasa sehingga ia merokok." Tapi, pertanyaan saya kemudian adalah, apakah harus rokok yang jadi solusi ketika seseorang tidak berpuasa?

Sebagai lelaki kadang saya terenyuh melihat wanita-wanita muda merokok. Mungkin seperti juga kawan saya yang sempat bertanya perihal wanita-wanita merokok itu. Saya cuma merasa sedikit simpati kenapa di usia mereka yang teramat muda mereka sudah merokok dan mungkin jadi pecandu--dalam takaran tertentu--akan rokok. Saya tidak tahu kenapa bisa begitu. Tapi mungkin, orang bilang ini karena gaya hidup, lifestyle. Apakah sebagai orang kota kita harus merokok untuk disebut gaul? Tapi mungkin ini juga pengaruh iklan yang begitu massif sampai-sampai orang-orang di kota merasa harus merokok, apatah lagi orang-orang di kampung yang ingin terlihat lebih gaul dan diterima sebagai manusia modern. *

No comments:

Post a Comment

Kazakhstan from the Eyes of Indonesia: Understanding and Enhancing Long-Term Partnerships

Kazakhstan is known as the ‘Heart of Asia’. A country that is locked by the largest land in the world located in Central Asia. Kazakhstan is...