Setelah menemani anak-anak saya berenang di kolam Ustad Hasbi
(Uhas), rencana kita langsung pulang. Tapi di perempatan, terpikir
untuk belok kiri ke rumah salah seorang ustazah-nya istri saya waktu
sekolah dulu.
Tiba di sana, setelah minum dan makan
kue, kita diminta makan siang. Ternyata, apa yang saya inginkan ada di
situ: udang. Udah beberapa hari ini memang saya ingin makan udang.
Gayung pun bersambut. Akhirnya makan udang.
Udang ini
ternyata asalnya dari Sulawesi Tenggara, dibawa ke Maccopa di Maros.
Sedangkan saya, beberapa hari lalu berangkat dari Bandung ke Jakarta,
dari Jakarta terbang ke Makassar, dari Makassar ke Maros. Di Maros
inilah 'jodoh' itu tiba.
Memang, ini kelihatannya sih
sepele. Tapi ini soal rezeki. Jika memang sudah rezeki kita, nggak ada
orang lain yang bisa menahan-nahan. Rezeki telah diturunkan Allah kepada
seluruh hamba-Nya. Jadi, kita nggak boleh putus harapan dengan rezeki
Allah. Semua sudah ada rezekinya, sudah dapat ketentuan pembagian dari
Allah. *
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Kazakhstan from the Eyes of Indonesia: Understanding and Enhancing Long-Term Partnerships
Kazakhstan is known as the ‘Heart of Asia’. A country that is locked by the largest land in the world located in Central Asia. Kazakhstan is...
-
Kazakhstan is known as the ‘Heart of Asia’. A country that is locked by the largest land in the world located in Central Asia. Kazakhstan is...
-
It is said that the best time to reflect is at night. The most universal sign of night is darkness. This means that when it is dark is the b...
-
At the afternoon, my conversation with friends about Morocco and Indonesia came to the figure of Ibn Battutah (24 February 1304 – 1368/1369)...
Perjalanan yang jauh untuk makan udang ^_^
ReplyDeletePerjalanan yang jauh untuk makan udang ^_^
ReplyDeleteKonon, katanya yang diperjuangkan itu terasa nikmat rasanya
ReplyDelete