Tahun 1993 di Ragunan bersama ayah, kakakku, dan Amat |
Ayahku sudah tiada. Saya kadang teringat dengan ayahku. Bukan kadang sih, tapi sering. Pada tahun 1993, setelah tamat SD saya dengan ayahku naik kapal dari Tobelo ke Morotai, dari Morotai ke Ternate. Di kapal itu saya beberapa kali mabuk perjalanan, tapi ayahku tetap sabar membantu. Di Morotai, ayahku bilang, di situ ada tempat makan ikan bakar yang enak. Itu masih kuingat sampai sekarang. Aku tak tahu, waktu ke Morotai beberapa tahun lalu apakah tempat makan itu masih ada atau tidak.
Dari Ternate kami naik kapal ke Jakarta. Seminggu kurang lebih. Tiba di Jakarta ayahku temani aku daftar ke Darunnajah, sebuah pesantren di selatan kota. Juga aku diajak bertemu beberapa keluarga di Pasar Jum'at, termasuk diajak ke Pasar Senen lihat-lihat alat karena ayahku hobi dengan mesin. Di Jakarta aku tinggal di rumah keluargaku, di Srengseng Sawah, yang beberapa bulan lalu juga sudah tiada. Beliau mengajarkanku banyak hal juga ketika aku baru mulai tahu ibukota. Ia ajak aku ke Senayan, berpikir ala orang kota, dan hidup dengan teratur.
Nenekku biasanya kalau Ramadhan gini sudah nelpon. Adi, gimana kabar? Ah, kadang aku rindu dengan suaranya. Dari Lampung ia telpon saya. Katanya sih saya cucunya yang disayanginya. Waktu ia sakit, ia sering berkata agar aku segera ke Lampung, tapi aku sedang menjalani kursus di Bandung, dan waktu ke Kuala Lumpur itulah rencanaku memberi suprise datang ke Lampung setelah kegiatan di University of Malaya. Tapi takdir berkata lain.
Ramadhan ini aku rindu, ayahku dan nenekku. Aku tak tahu harus gimana, tapi kuberdoa semoga ayahku dan nenekku mendapatkan tempat terbaik di sisi Allah swt. Semoga dosa-dosa keduanya diampuni Allah, dan aku dapat menjadi anak dan cucunya yang paling terbaik. Kadang sih, aku berpikir, apakah aku sudah jadi yang terbaik? Rasanya masih jauh dari baik. Tapi, tekadku untuk baik tetap ada. Dan, kuberharap aku benar-benar menjadi baik. Allahumma yassir umurana.
Bandung, 3 Juli 2015
No comments:
Post a Comment