“Perlakukanlah prajurit-prajuritmu sebagai putera-puteramu sendiri dan
mereka akan mengikutimu hingga ke lembah yang terdalam. Perhatikan
mereka sebagai putera-puteramu sendiri yang tercinta, dan mereka akan
mendampingimu hingga menemui ajal.” (Soen Tzu).
Apa yang membuat seseorang berkorban? Ada banyak hal tentunya. Bisa jadi karena ideologi--sebuah kepercayaan yang dianut--atau karena sekedar ikut-ikutan, atau karena faktor "terhipnotis" oleh retorika orang lain secara tidak sadar.
Soen Tzu, dalam kutipan di atas, menggambarkan kepada kita bahwa kalau ingin orang lain ikut, bahkan pada titik terdalam--berkorban hingga ajal mereka--maka kita perlu "memperhatikan sebagai putera-putera sendiri".
Dalam konteks diri sendiri, kita juga memiliki banyak "prajurit". Di antara mereka ada yang bernama darah, tulang, mata, telinga, hidung, bulu, tangan, kaki, dan lain sebagainnya. Mereka adalah prajurit-prajurit kita yang kalau kita memperhatikan mereka secara baik, mereka akan mengorbankan dirinya bagi kesuksesan kita. Bahasa mudahnya: kalau kita jaga kesehatan, dan selalu memberikan "makanan" bagi anggota tubuh kita, maka mereka akan mengikut dan menjadi prajurit yang setia. Ini berbeda kalau kitanya malas memberikan mereka makan, malas menyirami dahaga mereka. Akhirnya, pada titik tertentu, ada di antara mereka yang sakit (error), dan jelasnya itu mengganggu stabilitas kita menuju keberhasilan.
Maka, untuk berhasil--dalam bidang apapun--mutlak sekali diperlukan perhatian seperti "anak-anak sendiri". Perhatikan "prajurit-prajurit" kita. Tubuh yang dikaruniakan oleh Tuhan ini harus kita manfaatkan, jaga dan sirami mereka dengan air kebaikan, agar mereka juga memberikan kerja kerasnya yang terbaik bagi kesuksesan kita. [Yanuardi Syukur, tulisan ini pernah dimuat di blog saya, edumotivasi.blogspot.com, 4 Oktober 2010]
Apa yang membuat seseorang berkorban? Ada banyak hal tentunya. Bisa jadi karena ideologi--sebuah kepercayaan yang dianut--atau karena sekedar ikut-ikutan, atau karena faktor "terhipnotis" oleh retorika orang lain secara tidak sadar.
Soen Tzu, dalam kutipan di atas, menggambarkan kepada kita bahwa kalau ingin orang lain ikut, bahkan pada titik terdalam--berkorban hingga ajal mereka--maka kita perlu "memperhatikan sebagai putera-putera sendiri".
Dalam konteks diri sendiri, kita juga memiliki banyak "prajurit". Di antara mereka ada yang bernama darah, tulang, mata, telinga, hidung, bulu, tangan, kaki, dan lain sebagainnya. Mereka adalah prajurit-prajurit kita yang kalau kita memperhatikan mereka secara baik, mereka akan mengorbankan dirinya bagi kesuksesan kita. Bahasa mudahnya: kalau kita jaga kesehatan, dan selalu memberikan "makanan" bagi anggota tubuh kita, maka mereka akan mengikut dan menjadi prajurit yang setia. Ini berbeda kalau kitanya malas memberikan mereka makan, malas menyirami dahaga mereka. Akhirnya, pada titik tertentu, ada di antara mereka yang sakit (error), dan jelasnya itu mengganggu stabilitas kita menuju keberhasilan.
Maka, untuk berhasil--dalam bidang apapun--mutlak sekali diperlukan perhatian seperti "anak-anak sendiri". Perhatikan "prajurit-prajurit" kita. Tubuh yang dikaruniakan oleh Tuhan ini harus kita manfaatkan, jaga dan sirami mereka dengan air kebaikan, agar mereka juga memberikan kerja kerasnya yang terbaik bagi kesuksesan kita. [Yanuardi Syukur, tulisan ini pernah dimuat di blog saya, edumotivasi.blogspot.com, 4 Oktober 2010]
No comments:
Post a Comment