Foto bersama Professor Amri Marzali |
Selain itu, beliau juga bercerita masa-masa sulit ketika harus berjualan di pinggir jalan di Pasar Tanah Abang, Jakarta. Kebaikan hati dan rekomendasi Professor Koentjaraningrat sangat punya arti banyak bagi perkembangan pendidikannya kelak. Dengan pengalaman itu, beliau menyimpulkan bahwa penghormatan kepada guru itu sangatlah penting jika kita ingin berhasil. Mungkin, dalam arti lebih luas, penghormatan kepada semua guru, sekecil apapun orang yang telah berjasa bagi kita yang bisa kita sebut sebagai 'guru', harus dijaga sebaik mungkin.
Lahir pada 1942 di Silungkang (Sawah Lunto), Sumatera Barat, Professor Amri Marzali menamatkan pendidikan S1 di UGM dan UI, S2 di The Australian National University (ANU), dan S3 di Boston University USA. Beberapa tahun lalu, ia mengajar di University of Malaya, dan kini mengajar di Sekolah Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka, di Jakarta. Beberapa bukunya yang telah terbit adalah Antropologi Untuk Sekolah Menengah Umum (Jakarta: Asosiasi Antropologi Indonesia, 1999); Strategi Peisan Cikalong dalam Menghadapi Kemiskinan (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2003); dan Antropologi dan Pembangunan Indonesia (Jakarta: Prenada Media, 2005).
Di hari yang baik ini, saya juga bertemu dengan Dr. Toni Rudyansjah. Bertemu pertama kali waktu kuliah umum 'The World of Maluku' Professor Leonard Y. Andaya sebulanan lalu, dan kali kedua ketemu di setapak kecil samping kantor Antropologi. Dari beliau, saya mendapatkan sharing beberapa ide terkait perkuliahan S3 Antropologi. Juga, saya bertemu Mas Imam Ardhianto, pengajar Antropologi UI yang akan melanjutkan S3 di Jerman. Sekilas jalan, saya juga bertemu dengan Professor Yasmin Z. Shahab.
Pertemuan dengan Dr. Semiarto Aji Purwanto juga memberikan inspirasi positif. Kali pertama bertemu dengan Mas Aji dalam proyek penulisan buku Ensiklopedi Suku Bangsa di Indonesia (revisi buku Professor M. Junus Melalatoa) di Kemdikbud, sekaligus sharing pengalamannya waktu di Wisma Makara UI terkait belajar S3 dan aktivitasnya pada berbagai international conference, sangatlah menarik. Perkenalan dengan Mas Aji tidak bisa dilepaskan dari rekomendasi seorang senior saya yang baik di Antropologi FISIP Unhas, Dr. Tasrifin Tahara, yang telah merekomendasikan nama saya dari Antropologi Universitas Khairun, Ternate, sebagai penulis ensiklopedi tersebut bersama sekitar 17 dosen lainnya dari Aceh hingga Papua.
Pertemuan sekaligus 'silaturahmi beruntun' ini sangatlah baik sekaligus positif. Saya beruntung dan bersyukur mendapatkan kesempatan yang sangat penting ini. Kepada Professor Amri Marzali, saya berdoa semoga senantiasa sehat, dan buku-buku terbarunya (terutama terkait 'step-step revolusi mental') bisa segera terbit dan dikaji di negeri ini. *
No comments:
Post a Comment