Tuesday, November 17, 2015

Paris Attack dan Globalisasi ISIS

Titik Lokasi Paris Attack (sumber: BBC)
Daniel Byman, Professor dari Geogetown University, menulis artikel berjudul ISIS Big Mistakes di Foreign Affairs (15 November 2015) terkait Paris Attack.

Aksi global ala ISIS itu, menurut Byman memiliki alasan, yang salah satunya adalah alasan ideologis. Maksudnya adalah, ISIS mengklaim bahwa mereka akan menjadi pemenang atas pertarungan dengan musuh-musuh Islam, termasuk kalangan Barat.

Selain itu, mereka motif serangan mereka juga bagian dari meraih kader dari luar negeri. Selama ini, kelompok ISIS mengajak kaum muslim untuk bergabung dengan Islamic State di sana. Di Indonesia misalnya, ada beberapa video di Youtube yang kabarnya dirilis oleh kelompok ISIS yang mengajak kaum muslim untuk itu. Artinya, aksi ini bisa juga ajakan kepada kaum muslim untuk bergabung dengan mereka.

Tambahan lagi, serangan ini menurut Byman dapat meningkatkan self-image dan menarik perhatian para calon anggota ISIS terutama dari kalangan muda. Saat ini, anak muda adalah sasaran perekrutan paling efektif oleh ISIS untuk mendapatkan para petarung. Dengan kematian sekitar 200 orang di Paris, setidaknya dalam pandangan ISIS, hal itu tidak sebanding dengan kematian umat Islam di Irak dan Syiria yang lebih dari 250.000 orang yang dilakukan oleh Barat. Dengan pikiran seperti ini, ISIS berharap para pemuda tersentuh dan berjuang bersama-sama mereka. "If you want to continue to inspire thousands of foreigners to come to Iraq and Syria to fight, such bloody propaganda is invaluable," tulis Daniel Byman yang mencoba membaca 'pikiran' ISIS.

Saat ini, menurut lembaga kontra-terorisme Amerika, per Februari ada sekitar 20.000 petarung ISIS yang berasal dari luar Irak dan Syiria. 150 di antaranya berasal dari Amerika, dan 3000 lainnya dari negara Barat yang lain. Menurut data BNPT, sekitar 500 orang Indonesia yang bergabung di sana.

Serangan Paris ini tentu saja bisa jadi bumerang bagi serangan besar para sekutu (tidak hanya Barat tapi juga negara Timur Tengah) yang bisa membawa pada kehancuran gerakan ISIS. Serangan Perancis dan kekuatan sekutu lainnya bisa menghancurkan gerakan tersebut. Artinya, jika mereka hendak mendirikan negara Islam, seharusnya fokusnya pada pendirian negara, bukan dengan meneror negara luar. Tapi mungkin, ini langkah mereka untuk menciptakan stabilitas di teritorinya. Tapi, membunuh warga sipil, apakah dibenarkan dalam Islam? Sebagai penganut Islam, tentu hal itu tidak dibenarkan, dan Rasulullah tidak mencontohkan sama sekali.

Soal kemungkinan kesalahan besar ISIS, seperti yang ditulis Byman, yang bisa membuat mereka hancur bisa dilihat dari sejarah kehancuran (atau korban banyak) Al Qaeda dalam pertempuran di Afghanistan. Memang, sampai sekarang Al Qaeda masih eksis, namun tidak begitu besar sebagaimana peristiwa 9/11.

Serangan sekutu terhadap Al Qaeda misalnya, mengutip kata Jurnalis dan juga penulis buku, Lawrence Wright, telah menghancurkan sekitar 80 persen anggotanya (hingga 2001) di Afghanistan. Artinya, jika asumsi 20.000 ISIS fighters di sana, maka serangan ini bisa menghancurkan sekitar 16.000, dan sisa paling tidak 4.000 orang. Untuk mempertahankan wilayah Irak dan Syria, jumlah itu tentu sangat kecil.

Tapi, jika memang (ini kalau benar aksi Paris kemarin) dilakukan dengan sepengetahuan pemimpin ISIS, lantas apa pertimbangan mereka sehingga harus menyerang ke luar? Itu juga kalau peristiwa Sinai adalah benar pelakunya ISIS. Kenapa mereka tidak berfokus pada pembangunan Islamic State saja yg damai, dgn asumsi bahwa sebagai 'negara baru', tentu mereka harus mempersiapkan segala perangkat--tidak cuma sekedar menguasai minyak dan teritori, tapi juga memperhatikan pendidikan, sistem sosial, dst.

Globalisasi aksi ala ISIS ini memang sulit dicerna, karena jika orientasinya bangun negara, harusnya berfokus saja pada negara. Tapi, di satu sisi, serangan kepada Barat yang dilakukan ISIS hampir sama dgn yang pernah dilakukan oleh Al Qaeda (atau afiliasinya), terutama pasca fatwa Bin Laden tahun 1998 bahwa dibolehkan menyerang Barat dimana saja.

Memang, masalah ini agak kompleks, karena di dalamnya ada pertarungan politik, perebutan sumber daya alam stategis (minyak dan gas), serta aroma kebencian dan prejudice satu sama lain yang membuat samakin curiga dan angkat senjata. Lantas, apa yang harus kita lakukan agar dunia ini bisa lebih damai, tidak ada perang, dan teror sebagaimana di Paris beberapa waktu lalu? Menghentikan gerak ISIS juga berat. Yang paling mungkin adalah kita tidak menjadi bagian dari supporter gerakan tersebut. Apalagi dalam konteks Indonesia, dunia yang damai harus tetap kita jaga yang dengan demikian semoga bisa dampak bagi negara lainnya. *

No comments:

Post a Comment

Kazakhstan from the Eyes of Indonesia: Understanding and Enhancing Long-Term Partnerships

Kazakhstan is known as the ‘Heart of Asia’. A country that is locked by the largest land in the world located in Central Asia. Kazakhstan is...