Sunday, January 3, 2016

Saya Terlambat

Satu kalimat yg kerap menggoda manusia yg dapat membuat mereka optimis atau pesimis adalah, "Saya terlambat."

Mereka yg blm kaya, blm sarjana, blm menikah di umur tertentu, menikah tapi blm punya anak, mengatakan "saya terlambat." Mereka yang blm ke luar negeri, blm naik haji, blm jadi pejabat, blm jadi pembicara seminar, blm masuk tivi, disanjung-sanjung tapi terasa ada yg kosong dan memilih untuk mengggunakan zat-zat adiktif, berkata, "Rasanya saya sudah terlambat, tidak bisa berubah. Inilah saya apa adanya." Padahal, bumi masih berputar, nasib masih bisa berubah.

Mereka yang mati-matian bayar sana-sini untuk jadi jadi PNS tapi gagal maning-gagal maning mungkin berpikir, "Cuma ini jalan saya untuk bahagia, saya sudah telat di bidang lain." Mereka yg ingin sekali terkenal dan kaya lewat menulis buku tapi gak kunjung terbit-terbit atau juga mereka yang merasa ditipu oleh penerbit akan menyalahkan orang lain. Padahal, jika disadari, tabiat dunia ini memang seperti itu. Kita nggak akan pernah hidup dalam kondisi yg seratus persen adil. Selama setan masih hidup, kita tidak akan pernah bisa memastikan bahwa hidup kita akan bahagia seratus persen.

Mereka yg blm kaya, blm sarjana, blm menikah di umur tertentu, menikah tapi blm punya anak, mengatakan "saya terlambat." Mereka yang blm ke luar negeri, blm naik haji, blm jadi pejabat, blm jadi pembicara seminar, blm masuk tivi, disanjung-sanjung tapi terasa ada yg kosong dan memilih untuk mengggunakan zat-zat adiktif, berkata, "Rasanya saya sudah terlambat, tidak bisa berubah. Inilah saya apa adanya." Padahal, bumi masih berputar, nasib masih bisa berubah.

Mereka yang blm bisa-bisa bahasa asing, blm punya rumah, blm punya mobil, bilang hal yang sama. Pun mereka yang diam-diam ingin salat dhua tapi blm bisa-bisa salat dhuha, kuat fesbukan tapi blm bisa salat malam atau salat subuh di masjid, rajin berbagi maslahat di sosmed tapi pelit saat melihat tetangga berwajah murung karena belum makan karena sedih dan merasa tidak punya teman (padahal tetangga itu berteman dgn seorang motivator hebat), terkenal di berbagai tempat tapi blm dekat dgn anak-anak sendiri hingga tersadar ketika mereka telah besar dan mulai menemukan dunianya juga sesekali berkata, "inilah saya, saya terlambat di bidang itu tapi saya punya bidang yg berbeda." Dan 'belum-belum lainnya.'

Mereka yg sesekali hatinya tersentuh dan membenarkan bahwa menghafal Al Quran (selanjutnya mengamalkan) itu manfaatnya banyak sekali tidak hanya buat mereka sendiri, tapi juga buat anak-anak mereka, dan nasib mereka kelak ketika telah tiada tapi berkata bahwa "Saya sudah terlalu sibuk, banyak sekali agenda" dan memilih untuk menyerah karena terlambat, juga terindikasi terkena penyakit pesimis. Padahal, 24 jam waktu yg ada masih tersisa untuk menghafal Al Quran, ketimbang berlama-lama online di warung-warung kopi agar terlihat lebih gaul, lebih up to date, dan kekinian.

 Semua alasan "saya terlambat" itu punya potensi untuk jadi pesimis dan berhenti melangkah. Apalagi, jika ditambah dgn membandingkan dirinya dgn orang lain, "dia terlihat lebih bahagia, lebih sukses, lebih senang bisa kemana-mana, dst" yg terkadang membuatnya semakin jatuh, dan terjatuh.
Ini bisa terjadi pada siapa saja. Pada mereka yg tidak tamat SD, atau mereka yg sudah doktor atau bergelar professor. Mereka yg pengangguran sampai mereka yg bergelimang harta-benda. Dan, bisa terjadi pada kita semua.

Sesekali saya lihat, kebahagiaan atau kesuksesan yg ditampilkan seseorang hanyalah sebentuk sugesti untuk menutupi kekurangan diri sekaligus menguatkan diri agar tetap eksis dan mengudara di dunia yg tidak begitu nyata. Terkadang juga, ketika seseorang mendapatkan sesuatu ia kerap merasakan kehilangan sesuatu yg lain. Dan, itu membuatnya sedih, dan di titik tertentu menjadikannya tak terkontrol untuk melakukan apa yg menurut rasio-nya baik.

 Akan tetapi, di ruang terdalam tiap orang yg terlihat sukses dan bahagia, mereka merindukan kebahagiaan-kebahagiaan sederhana seperti disapa, atau didengarkan. Bagi mereka--mungkin juga saya--yg terkadang tergoda dgn kata 'saya terlambat', ada baiknya untuk tetap menjaga semangat, teruslah berusaha, tidak membandingkan diri sendiri dgn orang lain (tiap orang punya kebahagiaannya masing-masing), dan berfokus pada hal-hal dimana ia bisa memberikan kontribusi positif bagi kehidupan amat sementara ini. *

Kazakhstan from the Eyes of Indonesia: Understanding and Enhancing Long-Term Partnerships

Kazakhstan is known as the ‘Heart of Asia’. A country that is locked by the largest land in the world located in Central Asia. Kazakhstan is...