Satu kalimat yg kerap menggoda manusia yg dapat membuat mereka optimis atau pesimis adalah, "Saya terlambat."
Mereka yg blm kaya, blm sarjana, blm menikah di umur tertentu, menikah
tapi blm punya anak, mengatakan "saya terlambat." Mereka yang blm ke
luar negeri, blm naik haji, blm jadi pejabat, blm jadi pembicara
seminar, blm masuk tivi, disanjung-sanjung tapi terasa ada yg kosong dan
memilih untuk mengggunakan zat-zat adiktif, berkata, "Rasanya saya
sudah terlambat, tidak bisa berubah. Inilah saya apa adanya." Padahal,
bumi masih berputar, nasib masih bisa berubah.
Mereka yang
mati-matian bayar sana-sini untuk jadi jadi PNS tapi gagal maning-gagal
maning mungkin berpikir, "Cuma ini jalan saya untuk bahagia, saya sudah
telat di bidang lain." Mereka yg ingin sekali terkenal dan kaya lewat
menulis buku tapi gak kunjung terbit-terbit atau juga mereka yang merasa
ditipu oleh penerbit akan menyalahkan orang lain. Padahal, jika
disadari, tabiat dunia ini memang seperti itu. Kita nggak akan pernah
hidup dalam kondisi yg seratus persen adil. Selama setan masih hidup,
kita tidak akan pernah bisa memastikan bahwa hidup kita akan bahagia
seratus persen.
Mereka yg blm kaya, blm sarjana, blm menikah
di umur tertentu, menikah tapi blm punya anak, mengatakan "saya
terlambat." Mereka yang blm ke luar negeri, blm naik haji, blm jadi
pejabat, blm jadi pembicara seminar, blm masuk tivi, disanjung-sanjung
tapi terasa ada yg kosong dan memilih untuk mengggunakan zat-zat
adiktif, berkata, "Rasanya saya sudah terlambat, tidak bisa berubah.
Inilah saya apa adanya." Padahal, bumi masih berputar, nasib masih bisa
berubah.
Mereka yang blm bisa-bisa bahasa asing, blm punya
rumah, blm punya mobil, bilang hal yang sama. Pun mereka yang diam-diam
ingin salat dhua tapi blm bisa-bisa salat dhuha, kuat fesbukan tapi blm
bisa salat malam atau salat subuh di masjid, rajin berbagi maslahat di
sosmed tapi pelit saat melihat tetangga berwajah murung karena belum
makan karena sedih dan merasa tidak punya teman (padahal tetangga itu
berteman dgn seorang motivator hebat), terkenal di berbagai tempat tapi
blm dekat dgn anak-anak sendiri hingga tersadar ketika mereka telah
besar dan mulai menemukan dunianya juga sesekali berkata, "inilah saya,
saya terlambat di bidang itu tapi saya punya bidang yg berbeda." Dan
'belum-belum lainnya.'
Mereka yg sesekali hatinya tersentuh dan
membenarkan bahwa menghafal Al Quran (selanjutnya mengamalkan) itu
manfaatnya banyak sekali tidak hanya buat mereka sendiri, tapi juga buat
anak-anak mereka, dan nasib mereka kelak ketika telah tiada tapi
berkata bahwa "Saya sudah terlalu sibuk, banyak sekali agenda" dan
memilih untuk menyerah karena terlambat, juga terindikasi terkena
penyakit pesimis. Padahal, 24 jam waktu yg ada masih tersisa untuk
menghafal Al Quran, ketimbang berlama-lama online di warung-warung kopi
agar terlihat lebih gaul, lebih up to date, dan kekinian.
Semua
alasan "saya terlambat" itu punya potensi untuk jadi pesimis dan
berhenti melangkah. Apalagi, jika ditambah dgn membandingkan dirinya dgn
orang lain, "dia terlihat lebih bahagia, lebih sukses, lebih senang
bisa kemana-mana, dst" yg terkadang membuatnya semakin jatuh, dan
terjatuh.
Ini bisa terjadi pada siapa saja. Pada mereka yg tidak
tamat SD, atau mereka yg sudah doktor atau bergelar professor. Mereka
yg pengangguran sampai mereka yg bergelimang harta-benda. Dan, bisa
terjadi pada kita semua.
Sesekali saya lihat, kebahagiaan atau
kesuksesan yg ditampilkan seseorang hanyalah sebentuk sugesti untuk
menutupi kekurangan diri sekaligus menguatkan diri agar tetap eksis dan
mengudara di dunia yg tidak begitu nyata. Terkadang juga, ketika
seseorang mendapatkan sesuatu ia kerap merasakan kehilangan sesuatu yg
lain. Dan, itu membuatnya sedih, dan di titik tertentu menjadikannya tak
terkontrol untuk melakukan apa yg menurut rasio-nya baik.
Akan tetapi, di ruang terdalam tiap orang yg terlihat sukses dan
bahagia, mereka merindukan kebahagiaan-kebahagiaan sederhana seperti
disapa, atau didengarkan. Bagi mereka--mungkin juga saya--yg terkadang
tergoda dgn kata 'saya terlambat', ada baiknya untuk tetap menjaga
semangat, teruslah berusaha, tidak membandingkan diri sendiri dgn orang
lain (tiap orang punya kebahagiaannya masing-masing), dan berfokus pada
hal-hal dimana ia bisa memberikan kontribusi positif bagi kehidupan amat
sementara ini. *