|
Fakhruddin Ahmad |
Fakhruddin
Ahmad (38 tahun), terpilih secara aklamasi sebagai Ketua Forum Lingkar Pena
(FLP) Wilayah Sulsel periode 2016-2018 dalam Musyawarah Wilayah yang digelar
pada Ahad, 1 Mei 2016 di Wisma Bhayangkara, Bantimurung Maros, menggantikan
Ketua sebelumnya, Dikpa Lathifah.
Fakhruddin
yang biasa disapa Ustad Fahrul atau Daeng Silele menjadi ketua FLP Sulsel yang
ke-8 meneruskan kepemimpinan ketua-ketua sebelumnya, yaitu Rahmawati Latief
(2001-2004), Yanuardi Syukur (2004-2006), S. Gegge Mappangewa (2006-2008),
Sultan Sulaiman (2008-2010), Fitrawan Umar (2010-2012), Supriadi Herman
(2012-2014), dan Dikpa Lathifah (2014-2016).
Fakhruddin
Ahmad lahir pada 6 Agustus 1978. Awalnya ia aktif di FLP Cabang Maros yang
diketuai oleh Abdul Asis Aji, kemudian aktif menjadi pengurus FLP Sulsel
sebagai Koordinator Kaderisasi. Setamat dari Fakultas Teknik Universitas
Hasanuddin, ia menjadi guru dan staf khusus Pimpinan Pusat Pesantren Darul
Istiqamah, Maccopa, Kabupaten Maros.
Bergabungnya
Fakhruddin di FLP Sulsel menjadi kekuatan tersendiri bagi FLP. Paling tidak ia
memberikan pendekatan yang berbeda dengan training-training kepenulisan yang
pernah diadakan sebelumnya. Training kepenulisan FLP kemudian disusun tidak
dengan berfokus pada materi dan latihan-latihan menulis, tapi juga diselingi dengan
berbagai permainan (games) yang
menarik dan inspiratif.
Fakhruddin
juga hingga saat ini masih aktif sebagai anggota Divisi Rumah Cahaya Badan
Pengurus Pusat (BPP) FLP periode 2013-2017 di bawah kepemimpinan Sinta Yudisia.
Kecintaannya pada dunia baca-tulis membuatnya begitu aktif tidak hanya pernah
menjadi pebisnis buku, tapi juga sebagai pelatih dan motivator kepenulisan.
Selain
di FLP, Fakhruddin juga pernah aktif di Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM),
Pramuka, Persatuan Aksi Mahasiswa Makassar Indonesia (PAMMI), dan Pemuda
Muhammadiyah. Selain itu, ia juga mendirikan lembaga Smart Indonesia, sebuah
lembaga training SDM.
Pada
27 Maret 2006, Fakhruddin pernah menulis sebuah opini menarik berjudul
“Membangun Peradaban Menulis” di harian Fajar (JPPN group). “Peradaban manusia
banyak dipengaruhi oleh tulisan. Jutaan kitab, artikel, karya tulis, karya
sastra, diktat, jurnal ilmu pengetahuan, silih berganti mengisi sejarah
manusia, masa ke masa. Seyogiyanya, menulis pun menjadi budaya, gerakan massal,
kebiasaan generasi kini dan esok, hobi para akademik, kesukaan berbagai lembaga
profesi dan individu. Selaiknya, menulis menjadi peradaban,” demikian tulisnya.
Selanjutnya,
masih dalam tulisan yang sama, ia menukik pada potret dunia kepenulisan di
Sulsel yang masih jauh dari menggembirakan. Salah satu faktornya, katanya,
“karena budaya menulis belum membumi di semua level pendidikan dan profesi.” Ia
mencontohkan, bahwa guru bahasa Indonesia di kelas-kelas belum mampu menjadi
motivator bagi siswamnya. Kalaupun ada, kata dia lagi, tugas menulis tersebut
hanya berputar pada tugas-tugas dari buku pegangan atau text-book, lomba-lomba karya tulis ilmiah, atau penelitian yang
berkaitan dengan kurikulum.
Selain
pernah menulis di Fajar, Fakhruddin juga pernah mendirikan Buletin Platonik
(FLP Maros), dan aktif sebagai Pemimpin Redaksi Suara Istiqamah, sebuah media
Pesantren Darul Istiqamah yang didirikan pada masa kepemimpinan Ustad Mudzakkir
Arif, MA. Ia juga pernah menerbitkan buku seperti Membaca Semesta (buku motivasi), Cinta Bahasa Jiwa (buku panduan), Cinta Platonik (antologi puisi), dan Gelas Retak (antologi cerpen).
Saat
ini, amanah kepemimpinan FLP Sulsel berada di tangan Fakhruddin Ahmad.
Bagaimana mengaktifkan berbagai cabang dan ranting FLP, menjaga kualitas karya
tiap anggota, serta menghasilkan para penulis Sulsel berada di tangan Daeng
Silele.
Paling
tidak, hingga tahun ke-16 ini FLP Sulsel memiliki berbagai sumber daya
potensial seperti Rahmawati Latief yang seorang dosen Creative Writing pada Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Alauddin,
S. Gegge Mappangewa yang juara 1 lomba novel Republika (penulis Lontara Rindu), Hamran Sunu (cerpenis,
kritikus film/emerging Writer Makassar International Writers Festival 2011), Fitrawan
Umar (penulis novel Yang Sulit Dimengerti
Adalah Perempuan) yang jebolan Ubud Writers and Readers Festival (2013), sang
juara nasional guru berprestasi Baharuddin Iskandar (penulis Atonia Uteri) dan berbagai nama lainnya
yang lebih muda seperti Muhammad Nursam, Aida Radar, Andi Batara Al Isra,
Jumrang, Azure Azalea, Isma Ariyani Iskandar, Bulqiah Mas’ud, Muhammad Hidayat,
Muhammad Asriady, dan seterusnya.
Di
tahun ke-16 ini, FLP Sulsel sebagai lembaga kepenulisan termasuk aktif mencetak
para penulis dengan berbagai karya, baik tulisan satu orang atau beberapa orang
(antologi). Kemitraan yang terjalin juga tidak hanya satu-dua lembaga, tapi
telah berjalan lebih luas dengan bekerjasama dengan kampus-kampus, korporat,
dan media massa cetak maupun elektronik. Bahkan penulis nasional yang juga
Direktur Sekolah Athirah Makassar Edi Sutarto turut aktif sebagai Pembina FLP
Cabang Makassar.
Kita
berharap, FLP Sulsel di bawah kepemimpinan Fakhruddin Ahmad aka Daeng Silele
bisa melejitkan lembaga ini, sekaligus melahirkan banyak penulis sekaligus
karya bernas yang lahir dari tanah Sulawesi Selatan. * Yanuardi
Syukur