Monyet-monyet di hutan (ilustrasi) |
Ketika memutuskan bergabung dengan gerakan Kahar Muzakkar berlandaskan perjuangan Islam, Ustad Ahmad Marzuki Hasan juga membawa serta keluarganya. Salah seorang anaknya bernama M. Arif Marzuki masuk ke hutan di usia 13 tahun.
“Di hutan saya juga mengajar, ikut latihan-latihan dakwah,” kenang KH. M. Arif Marzuki yang juga turut berkebun dan beternak di hutan Mala-Mala, Kolaka Utara, Sulawesi Tenggara.
Aktivitas ayahnya sebagai salah seorang menteri membuatnya harus siap jika ayahnya tiba-tiba pergi mengemban tugas.
Ketika masuk hutan, Ustad Marzuki Hasan meminta Arif kecil agar rajin-rajin membaca dan menghafal Al Quran secara otodidak, sendiri. Ketika hafalannya telah sampai 13 juz, Arif kecil senantiasa ikut ayahnya.
“Di umur-umur begini, anak tidak bisa dilepas,” kata Ustad Marzuki.
Di masa-masa puber itu, Arif kecil dibimbing ayahnya secara langsung maupun tidak langsung hingga di usia 18 tahun Arif menyelesaikan hafalannya di hutan.
Bayangan seramnya hutan tidaklah demikian adanya. Selama di hutan, cerita M. Arif Marzuki, ia bertemu dengan berbagai binatang buas seperti ular, anoang, rusa, dan lain sebagainya, akan tetapi ia merasa tidak terlalu takut.
“Di dekat saya juga banyak monyet bermain-main,” kenang Arif lagi.
Kenapa Ustad Marzuki Hasan mewanti-wanti kepada anaknya, salah satunya Arif Marzuki muda agar menghafal Al Quran?
Selain agar Al-Qur’an menjadi pedoman hidup, hafalan Al-Qur’an juga sangat membantu dalam berdakwah kepada masyarakat. Hingga saat ini, di Pesantren Darul Istiqamah, Maccopa Maros, pengajian tafsir masih dibawakan langsung oleh Ustad Arif Marzuki dengan bahasa yang ringan disertai contoh-contoh faktual.
Selama di hutan, selain bertani, beternak dan menghafal Al-Qur’an, Ustad M. Arif Marzuki juga tidak kehilangan jiwa muda, salah satunya dalam berpenampilan.
“Waktu itu rambut saya panjang sebahu. Ketika ke Jakarta, saya pakaikan ikat kepala.”
[Abu Fikri Ihsani]
No comments:
Post a Comment