Wednesday, June 1, 2016

Cara Kita Menghargai Kehidupan

Apakah kehidupan harus dihargai? Jawabannya: ya! Kehidupan harus dihargai.

Sungguh, kehidupan yang kita rasakan saat ini—apapun perasaan itu—adalah anugerah semata dari-Nya. Tak ada yang bisa mematahkan pendapat itu. Atau, dengan kata lain tak ada yang bisa mengatakan bahwa dia lahir ke muka bumi dengan sendirinya; atas usaha sendiri.

Maka, kita harus sadari betul hal ini. Bahwa kita hadir di sini, di bumi yang semakin menua, adalah karena kasih-sayang Tuhan. Lantas, apa yang Tuhan inginkan dari kita?

Para filsuf dari zaman dulu sampai sekarang memikirkan hal ini. Tapi secara umum mereka semua berpendapat bahwa kehidupan ini haruslah dihargai. Kendati di masa lalu tidak semua pendapat para filsuf diterima oleh penguasa, atau dalam kata lain tidak semua pendapat mereka juga mereka praktikkan, tapi pada intinya kita harus menghargai kehidupan. Maka lahirlah berbagai teori seperti demokrasi, yang tidak menafikan pendapat warga. Semua punya pendapat, dan itu semua dihargai.

Lantas, bagaimana cara kita menghargai kehidupan?

Pertama, cintailah sesama. Ini memang agak klise, tapi penting sekali. Mereka yang melakukan penembakan membabi-buta di Paris beberapa bulan lalu, membom gedung-gedung, bahkan rumah ibadat, sejatinya tidak mencintai sesamanya.

Memang, perang adalah mekanisme untuk menciptakan perdamaian. Tapi, perang juga memiliki batas-batas. Artinya, dalam makna fisik, perang sangat terikat dengan tempat dan geografis. Maka tidak dibenarkan membom orang-orang yang berada di negara yang tidak berdosa. Dalam Islam, misalnya, hak hidup seseorang sangatlah dihargai—apapun agama dan kepercayaannya. Karena tujuan perang dalam Islam sejatinya bukan untuk perang, akan tetapi untuk menyebarkan dakwah.

Jadi, mencintai sesama adalah sebuah komitmen untuk menghargai kehidupan.

Kedua, berikanlah sesuatu untuk kemaslahatan. Tuhan tidak meminta kita melakukan banyak hal. Dia Yang Maha Kuasa hanya meminta kita melakukan hal-hal baik saja seperti menyebarkan salam (kesejahteraan), dan tidak berbuat kerusakan. Jika dua poin ini kita amalkan, maka sudah cukup sebenarnya untuk menciptakan hidup yang bahagia. Sebarkan salam, dan jangan berbuat kerusakan.

Sejak lahir tiap kita mungkin tidak tahu kita ini bisa jadi orang maslahat di bidang apa. Bersyukurlah mereka yang bisa sekolah karena paling tidak mereka tahu mata pelajaran apa saja yang mereka unggul. Tapi yang tidak bersekolah tinggi, mereka bisa melihat minat mereka dari aktivitas sehari-hari. Jika minat sudah ada, sudah kuat, maka mereka harus terus maksimalkan minatnya tersebut.

Lama-lama jika kita memanfaatkan minat, kita akan bertemu dengan orang lain yang bervisi sama. Yakinlah bahwa semua kebaikan pasti akan bertemu pada sebuah muara. Seperti juga orang-orang yang senang menulis cepat atau lambat akan bertemu di organisasi atau forum kepenulisan, kehidupan ini juga begitu. Asalkan kita terus berusaha, jangan putus asa, yakinlah selalu ada jalan untuk berkolaborasi dengan orang lain yang bervisi sama.

Dua cara menghargai kehidupan ini sangat asasi. Semua kita bisa melakukannya. Pasti bisa! Ada yang bisa satu kali, dua kali, dan seterusnya. Tapi yang paling penting adalah kita bisa mempertahankan semangat untuk berbagi salam dan tidak melakukan kerusakan. Itu saja sudah cukup untuk menghargai kehidupan yang mulia ini. *


Jakarta, 1 Juni 2016

No comments:

Post a Comment

Kazakhstan from the Eyes of Indonesia: Understanding and Enhancing Long-Term Partnerships

Kazakhstan is known as the ‘Heart of Asia’. A country that is locked by the largest land in the world located in Central Asia. Kazakhstan is...