Sungguh,
kehidupan yang kita rasakan saat ini—apapun perasaan itu—adalah anugerah semata
dari-Nya. Tak ada yang bisa mematahkan pendapat itu. Atau, dengan kata lain tak
ada yang bisa mengatakan bahwa dia lahir ke muka bumi dengan sendirinya; atas
usaha sendiri.
Maka,
kita harus sadari betul hal ini. Bahwa kita hadir di sini, di bumi yang semakin
menua, adalah karena kasih-sayang Tuhan. Lantas, apa yang Tuhan inginkan dari
kita?
Para
filsuf dari zaman dulu sampai sekarang memikirkan hal ini. Tapi secara umum
mereka semua berpendapat bahwa kehidupan ini haruslah dihargai. Kendati di masa
lalu tidak semua pendapat para filsuf diterima oleh penguasa, atau dalam kata
lain tidak semua pendapat mereka juga mereka praktikkan, tapi pada intinya kita
harus menghargai kehidupan. Maka lahirlah berbagai teori seperti demokrasi,
yang tidak menafikan pendapat warga. Semua punya pendapat, dan itu semua
dihargai.
Lantas,
bagaimana cara kita menghargai kehidupan?
Pertama, cintailah sesama. Ini memang agak klise, tapi
penting sekali. Mereka yang melakukan penembakan membabi-buta di Paris beberapa
bulan lalu, membom gedung-gedung, bahkan rumah ibadat, sejatinya tidak
mencintai sesamanya.
Memang,
perang adalah mekanisme untuk menciptakan perdamaian. Tapi, perang juga
memiliki batas-batas. Artinya, dalam makna fisik, perang sangat terikat dengan
tempat dan geografis. Maka tidak dibenarkan membom orang-orang yang berada di
negara yang tidak berdosa. Dalam Islam, misalnya, hak hidup seseorang sangatlah
dihargai—apapun agama dan kepercayaannya. Karena tujuan perang dalam Islam
sejatinya bukan untuk perang, akan tetapi untuk menyebarkan dakwah.
Jadi,
mencintai sesama adalah sebuah komitmen untuk menghargai kehidupan.
Kedua, berikanlah sesuatu untuk kemaslahatan. Tuhan tidak
meminta kita melakukan banyak hal. Dia Yang Maha Kuasa hanya meminta kita
melakukan hal-hal baik saja seperti menyebarkan salam (kesejahteraan), dan
tidak berbuat kerusakan. Jika dua poin ini kita amalkan, maka sudah cukup
sebenarnya untuk menciptakan hidup yang bahagia. Sebarkan salam, dan jangan
berbuat kerusakan.
Sejak
lahir tiap kita mungkin tidak tahu kita ini bisa jadi orang maslahat di bidang
apa. Bersyukurlah mereka yang bisa sekolah karena paling tidak mereka tahu mata
pelajaran apa saja yang mereka unggul. Tapi yang tidak bersekolah tinggi,
mereka bisa melihat minat mereka dari aktivitas sehari-hari. Jika minat sudah
ada, sudah kuat, maka mereka harus terus maksimalkan minatnya tersebut.
Lama-lama
jika kita memanfaatkan minat, kita akan bertemu dengan orang lain yang bervisi
sama. Yakinlah bahwa semua kebaikan pasti akan bertemu pada sebuah muara.
Seperti juga orang-orang yang senang menulis cepat atau lambat akan bertemu di
organisasi atau forum kepenulisan, kehidupan ini juga begitu. Asalkan kita terus
berusaha, jangan putus asa, yakinlah selalu ada jalan untuk berkolaborasi
dengan orang lain yang bervisi sama.
Dua
cara menghargai kehidupan ini sangat asasi. Semua kita bisa melakukannya. Pasti
bisa! Ada yang bisa satu kali, dua kali, dan seterusnya. Tapi yang paling
penting adalah kita bisa mempertahankan semangat untuk berbagi salam dan tidak
melakukan kerusakan. Itu saja sudah cukup untuk menghargai kehidupan yang mulia
ini. *
Jakarta, 1 Juni 2016
No comments:
Post a Comment