Monday, November 13, 2017

Kuliah, Kerja, dan Pencarian Kebahagiaan

Bersama Professor Nader Habibie di LIPI

Apa yang hendak dicari dari aktivitas bernama kuliah? Sejak ikut program sarjana hingga doktor ini saya memaknai kuliah sebagai kesempatan belajar dan mereguk hikmah. Karena orientasinya belajar dan mencari hikmah maka saya kadang lalai atau abai dengan kehadiran. Tapi tidak demikian dengan perkuliahan doktor yang saya mau tak mau harus peduli dengan kehadiran.

Saya memaknai kuliah sebagai sebuah fase dimana saya bisa belajar dari para dosen, kolega, dan dari rujukan yang sempat saya baca. Memang terasa beda antara kuliah sarjana dengan doktor. Kalau sarjana kita hanya melihat, di master kita melihat dan menjelaskan, tapi di doktor kita melihat, memikirkan dan menjelaskan sebuah temuan dari olahraga nalar secara bertahap. 

Saat kuliah doktor ini saya bawa keluarga. Anak saya tiga, tapi setahun menjalani kuliah, lahir anak keempat. Beberapa kawan tidak bawa istri dan anak. "Agak berat, karena doktor butuh konsentrasi," kata seorang kawan. Mungkin betul, dan memang betul. Tapi saya tidak takut dengan kehilangan konsentrasi. Bagi saya, tinggal bersama atau tidak sama dengan keluarga sama-sama punya risiko. Yang paling nggak enak adalah risiko merasa bersalah. Ini paling nggak enak. 

Saya juga tetap bekerja. Kendati off sementara sebagai pengajar tetap di Unkhair, tapi saya tetap mengajar: mengisi materi, membawakan ceramah, menjadi konsultan, dan juga mengajar di kampus. Beberapa bulan terakhir saya mengajar di UI pada mata kuliah "Pengantar Antropologi" untuk mahasiswa semester awal. 

Kuliah dan kerja pada dasarnya harus berujung pada kebahagiaan. Rasanya percaya kamu kuliah dan kerja tapi kamu nggak bahagia. Trust me! Percaya sama saya. Inti dari bercapek-capek kuliah, atau berletih-letih kerja adalah untuk bahagia. 

Terkadang kamu bisa jadi yang paling berprestasi di kuliah atau paling sukses di tempat kerja, akan tetapi bahagia belum tentu kamu raih kalau tak ada semangatnya untuk itu. Maka kebahagiaan juga harus kamu ikhtiarkan, kamu kejar, dan kamu targetkan setiap bangun tidur, "aku harus bahagia! aku harus bahagia, dan aku harus bahagia!"

Saya melihat ada saja orang yang sudah dapat kedua hal tersebut--prestasi dan harta--tapi tak juga ia bahagia. Masalahnya di mana? Mungkin karena dia tidak memaknai proses itu sebagai pembelajaran. Logika sederhananya, kalau kamu maknai segala yang datang padamu sebagai proses belajar maka kamu tak perlu sedih, stress, atau apapun itu karena hal-hal yang tidak sesuai dengan kehendakmu.

Maka, giatlah kuliah, semangatlah bekerja, tapi jangan lupa untuk tetap bahagia!

No comments:

Post a Comment

Kazakhstan from the Eyes of Indonesia: Understanding and Enhancing Long-Term Partnerships

Kazakhstan is known as the ‘Heart of Asia’. A country that is locked by the largest land in the world located in Central Asia. Kazakhstan is...