Jumahir Jamulia |
Pada sekitar tahun 2011, saya diundang oleh Cecep, pengelola Nation Building Corner Library (NBCL) yang bertempat di selatan kota Ternate. Waktu itu kalau tidak salah ingat saya diminta berbicara soal budaya baca-tulis bersama Jumahir Jamulia, seorang dosen dari IAIN Ternate (dulu STAIN Ternate) di perpustakaan yang didirikan oleh Dr. Imam B. Prasodjo pasca kerusuhan di Maluku Utara.
Perkenalan tersebut tidak panjang, akan tetapi selanjutnya saya bertemu di media sosial Facebook. Waktu itu ia sedang melanjutkan pendidikan doktoralnya di Universitas Hasanuddin.
Suatu ketika, istrinya sedang sakit. Saya yang sedang di Maros berencana untuk menjenguk istrinya di BTP. Tapi entah kenapa kelewatan. Setelah lewat BTP baru saya sadar bahwa saya rencana ke BTP. Saya meminta maaf kepada Pak Jumahir atas hal tersebut.
Di waktu yang lain, ketika saya mendirikan Asosiasi Guru Penulis Indonesia (Agupena) Maluku Utara, saya mengajak Pak Jumahir untuk turut serta sebagai pengurus. Waktu itu ia sebagai anggota di Divisi Jurnal Ilmiah yang dikoordinatori oleh dosen Ilmu Sejarah Universitas Khairun, Irfan Ahmad.
Pada kepengurusan setelah saya yang diketuai oleh Ibu Roswita Aboe, Pak Jumahir diamanahkan sebagai Ketua Divisi Jurnal Ilmiah. Posisi yang tepat sekali untuk beliau.
***
Pertemuan pertama di perpustakaan depan kampus Universitas Muhammadiyah Maluku Utara (UMMU) tersebut, saya mendengar kabar bahwa Pak Jumahir pernah menulis buku yang diterbitkan di luar negeri. Di Jerman. Belakangan saya googling, dan dapat info bahwa bukunya itu diterbitkan oleh Lambert Academic Publishing, sebuah penerbitan buku-buku akademik yang berbasis di Jerman. Bukunya berjudul Learning Style and Strategy in ELF Context.
Karya Jumahir Jamulia |
Di beberapa tulisan saya dapatkan bahwa Penerbit Lambert itu semacam "penerbit indie" di Indonesia yang menerbitkan buku tapi tidak melewati peer review yang ketat. Artinya, orang yang punya naskah buku berbahasa Inggris bisa menerbitkan di Lambert. Kira-kira begitu simpulan yang saya dapatkan dari beberapa review tentang Lambert. Tapi, terlepas dari apakah Lambert itu "penerbit indie" (dalam bahasa kita di sini), ataukah penerbit bereputasi, adalah semangat Pak Jumahir untuk publikasi patut dijadikan teladan.
Di Google juga saya menemukan beberapa tulisannya. Di Spillwords.com misalnya, ada puisi karya Jumahir yang menarik berjudul "At the time when the time goes home" yang dipublikasikan pada 3 Mei 2017. Saya kutip saja isi puisinya itu sebagai berikut:
AT THE TIME WHEN THE SUN GOES HOME
written by: JUMAHIR JAMULIA
@JumahirJamulia
At the time the sun goes home
At the place I used to sit
At my glasses, a red V-t-shirt shadow swam over my drink.
At the place I used to sit
At my glasses, a red V-t-shirt shadow swam over my drink.
At the time the sun goes home
At the place I used to sit
At my glasses, a red V-t-shirt shadow
painted me a smile.
At the place I used to sit
At my glasses, a red V-t-shirt shadow
painted me a smile.
At the time the sun goes home
At the place I used to sit
At my glasses, a red V-t-shirt shadow whispered me a word.
At the place I used to sit
At my glasses, a red V-t-shirt shadow whispered me a word.
At the time the sun goes home
At the place I used to sit
At my glasses, a red V-t-shirt shadow
led me to a way.
At the place I used to sit
At my glasses, a red V-t-shirt shadow
led me to a way.
At the time the sun goes home
At the place I used to sit
At my glasses, a red V-t-shirt shadow hugged me tight.
At the place I used to sit
At my glasses, a red V-t-shirt shadow hugged me tight.
At the time the sun goes home
At the place I used to sit
At my glasses, a red V-t-shirt shadow
laid me down wet.
***
At the place I used to sit
At my glasses, a red V-t-shirt shadow
laid me down wet.
***
Kini, Jumahir Jamulia telah tiada. Saya dapat kabar dari Facebook. Berlalu waktu yang membuatnya bolak-balik ke rumah sakit. Kini, sudah tak ada lagi sakit. Kita berharap semoga segala kebaikan Pak Jumahir menjadi pemberat bagi timbangan amal di akhirat.
Suatu ketika, ia tag saya foto di Facebook. Katanya, ia sedang ke toko buku dan menemukan buku saya tentang ayah. Buku itu ia beli dan diberikannya kepada anaknya yang perempuan. Kemudian, ia meminta saya mengirimkan kata-kata mutiara untuk anaknya tersebut. Saya lupa waktu itu mengirimkan kata mutiara via media apa--Whatsapp, atau Facebook?
Pada kesempatan lain, saya sempat membentuk grup menulis yang namanya Kopi Pagi. Grup ini mewajibkan tiap orang untuk menulis tiap pagi hari. Tidak banyak yang bisa konsistensi tentu saja. Mungkin karena berat untuk melakukan itu, apalagi tidak ada paksaan. Beberapa kali, Pak Jumahir meminta agar diajarkan bagaimana cara menulis. Mungkin maksudnya, "bagaimana cara lebih produktif menulis?" Karena tulisannya banyak dan telah dimuat dimana-mana, baik di blog, Malut Post, buku, jurnal, dan publikasi berbahasa Inggris di luar negeri.
***
Kalau dipikir-pikir, tak lama lagi Pak Jumahir bisa mengurus Guru Besar. Ya, karena dia sudah doktor. Publikasi juga dia bisa kejar. Bahasa Inggris bukan masalah bagi dia. Tinggal menulis di jurnal internasional. Paling tidak, kendala bahasa sudah dia lewati. Soal jurnal? Dia bisa melewatinya, karena toh beberapa tulisan sebelumnya juga sudah dimuat di jurnal internasional.
Tapi, takdir berkata lain. Manusia berusaha, Tuhan menentukan. Kita ingin itu, tapi Tuhan punya keinginan yang lain. Manusia hanya makhluk, tunduk pada kehendak Tuhan. Kita semua berasal dari Tuhan, dan kembali juga kepada Tuhan.
Mulialah Pak Jumahir Jamulia, kawan baik meski tidak banyak bersua di dunia nyata...
Pada kesempatan lain, saya sempat membentuk grup menulis yang namanya Kopi Pagi. Grup ini mewajibkan tiap orang untuk menulis tiap pagi hari. Tidak banyak yang bisa konsistensi tentu saja. Mungkin karena berat untuk melakukan itu, apalagi tidak ada paksaan. Beberapa kali, Pak Jumahir meminta agar diajarkan bagaimana cara menulis. Mungkin maksudnya, "bagaimana cara lebih produktif menulis?" Karena tulisannya banyak dan telah dimuat dimana-mana, baik di blog, Malut Post, buku, jurnal, dan publikasi berbahasa Inggris di luar negeri.
***
Kalau dipikir-pikir, tak lama lagi Pak Jumahir bisa mengurus Guru Besar. Ya, karena dia sudah doktor. Publikasi juga dia bisa kejar. Bahasa Inggris bukan masalah bagi dia. Tinggal menulis di jurnal internasional. Paling tidak, kendala bahasa sudah dia lewati. Soal jurnal? Dia bisa melewatinya, karena toh beberapa tulisan sebelumnya juga sudah dimuat di jurnal internasional.
Tapi, takdir berkata lain. Manusia berusaha, Tuhan menentukan. Kita ingin itu, tapi Tuhan punya keinginan yang lain. Manusia hanya makhluk, tunduk pada kehendak Tuhan. Kita semua berasal dari Tuhan, dan kembali juga kepada Tuhan.
Mulialah Pak Jumahir Jamulia, kawan baik meski tidak banyak bersua di dunia nyata...
Selamat jalan pak Dosenku, guruku, beliau adalah orang baik, senang pernah diajar oleh beliau. We love you pak. Tapi tuhan lebih sayang. Rest in peace pak Jumahir. Kebaikann bpk akan selalu kami kenang. Terimakasih atas ilmunya. 😢😢
ReplyDeleteAmin. Semoga Laode M. Arifin dapat meneruskan jejak-jejak baiknya bagi kehidupan.
DeleteAmiin pak.
ReplyDelete