Ust Agus Dwikarna, Ust Tamsil Linrung, Ust Mudzakkir Arif, saya, dan Fikri Ihsani |
Ketika masuk ke kamar 517 RSCM Kencana, saya bertemu Ust Mudzakkir Arif, Ust Mushaddiq Arif, Ust Mujawwid Arif, Ibu Lisa, serta Ibu Murni. Tak lama setelah saya, istri, dan dua anak lelaki saya datang, masuk Ust Tamsil Linrung dan Ust Agus Dwikarna.
Dalam kesempatan besok tersebut, Ust Arif Marzuki bercerita bahwa ia ingin sekali bisa ke Mala-Mala, Kolaka Utara. Di sana, ia pernah hidup sejak usia 12 hingga 20 tahun waktu ikut pada perjuangan ayahnya yang berjuang melawan ideologi Nasionalis, Agama, Komunis (Nasakom) yang digagas Bung Karno bersama PKI.
Pernah ia ingin ke Mala-Mala, akan tetapi anak tertua beliau, yaitu Ust Mudzakkir Arif memberikan pertimbangan--karena kesehatan dan tidak ada kegiatan di sana--agar tidak ke sana. Perjalanan ke Mala-Mala bisa memakan waktu yang tidak sedikit, apalagi kesehatan beliau juga harus diperhatikan.
Mendengarkan itu, Ust Tamsil Linrung memberikan tawaran agar nanti setelah operasi dan membaik beliau akan sama-sama ke Mala-Mala. "Kita akan sewa helikoter Pak Jusuf Kalla," kata Ust Tamsil. Rasa senang terlihat pada diri Ust Arif. Rencana, sepulang Ust Tamsil dari Palembang dan Polandia, ide itu akan dilaksanakan. Kesehatan Ust Arif dalam hal ini sangat penting untuk itu pasca operasi.
Mungkin, pergi ke Mala-Mala--sebuah tempat yang pernah ia habiskan di masa kecil--adalah bagian dari nostalgia akan masa lalu ketika bersama-sama ayahnya, KH. Ahmad Marzuki Hasan, dan terlihat dalam perjuangan di hutan Sulawesi Selatan dan Tenggara.
Bagaimanapun juga, kenangan itu sangatlah personal. Tidak ada orang yang tahu betul "kenapa seseorang mengingat atau melakukan sesuatu" kecuali yang bersangkutan. Kadang, mengenang sesuatu yang indah di masa kecil bisa mengingatkan akan banyak hal, orang tua tercinta, masa-masa sulit, sekaligus menambah semangat untuk melakukan sesuatu.
Ust Arif juga bercerita bahwa tahun ini sering naik sebagai khatib Jumat. Kadang, kalau ia lihat tidak ada khatib, ia menawarkan dirinya untuk itu. Biasanya, khatib-khatib muda yang diberikan kesempatan. Setidaknya, setahunan ini ia pernah menawarkan diri berkhutbah di Makassar, Gowa, dan Sinjai.
Ia juga bercerita tentang sakitnya. "Saya tidak merasa apa-apa," katanya ke saya waktu saya jabat tangannya. Walaupun tubuhnya sakit pada beberapa bagian seperti ginjal, jantung, dan usus, akan tetapi ia memperlihatkan optimisme untuk sehat.
"Sehat itu mahal," katanya. Saya mendengarkan dengan seksama apa yang dikatakan beliau.
Mendengarkan cerita dari Ust Arif Marzuki |
Beliau meminta kepada anaknya, Ibu Lisa, untuk membuatkan teh manis. Mertua Ismawan Amir tersebut menjadi dilema. Ikut kata dokter, atau ikut kata orang tua.
Akhirnya, dibuatkanlah sedikit teh manis. Ustad Arif kemudian minum lewat sedotan. Walau minumnya tidak banyak, tapi ia terlihat lebih kuat.
"Semua cara harus dijalani," kata Ustad Arif terkait minum teh itu. Artinya, pengobatan dokter jalan, tapi minum teh--sebagai salah satu cara untuk menjadi kuat--juga jalan. Tampaknya, sejak muda Ustad Arif memang senang minum teh manis.
"Teh manis itu membuat orang jadi kuat," kata istri saya, Mutawadhiah Ashri.
Kunjungan Wapres Jusuf Kalla |
Wapres Jusuf Kalla memeluk Ust Arif Marzuki |
Malam ini, Ustad Arif akan operasi. Mari kita doakan semoga beliau diberikan kemudahan dalam operasinya, dan diberikan kesembuhan oleh Allah swt, amin. *
No comments:
Post a Comment