Thursday, December 6, 2018

Pengalaman Pertama ke Mamuju


Poster kegiatan
Sudah lama saya berkeinginan untuk ke Mamuju. Hingga suatu hari, kawan saya waktu mahasiswa di FISIP Unhas, menelepon. Singkat cerita, M. Fauzan Basir atau yang biasa dipanggil Fauzan/Uut ingin mengundang saya menjadi salah satu pembicara--yang disebutnya "pembicara nasional"--dalam kegiatan Kemah Literasi di kota Mamuju.

Sebagai kawan yang baik, saya bersedia untuk hadir. Waktu kegiatan pun tertunda. Akhirnya, bertabrakan dengan jadwal saya membawa materi di salah satu pertemuan mahasiswa Pascasarjana UI di Kampus Depok.

Setelah kontak panitia, saya pun memutuskan untuk terbang ke Mamuju dan memberikan nama lain yang bisa menjadi pembicara di UI yang menurut saya, lebih mantab dengan pengalamannya yang luas.

*

Perjalanan ke Mamuju ditempuh dengan dua kali penerbangan. Jakarta ke Makassar dan Makassar ke Mamuju. Seperti biasa, yang saya suka dari pesawat Garuda adalah ada film-nya. Jadi, kita bisa menonton film selama dalam perjalanan, sambil juga merenung-renung, dan berzikir.

Tapi, gimana caranya ya menggabungkan tiga itu dalam satu waktu? Hmm.

Dalam perjalanan, saya nonton SPECTRE. Film ini sebenarnya sudah beberapa kali saya tonton, baik di layar lebar, maupun di Garuda. Filmnya dimulai dengan sebuah "parade setan" di Amerika Latin. Kemudian, dilanjutkan dengan adegan James Bond menembak ke musuhnya, dan kejar-kejaran dengan seorang targetnya, naik helikoter, dan akhirnya dia bisa mengambil cincin yang ada logo tertentu.

Walau sudah rada hafal dengan film itu, saya terus menontonnya. Di antara film yang tersedia, James Bond adalah salah satu film menarik bagi saya. Di situ ada strategi, ada informasi, dan juga ada lokasi baru yang mungkin kita nggak tau.

Tiba di Makassar, saya transit sebentar kemudian melanjutkan perjalanan Garuda ke Mamuju. Perjalanan tidak lama. Tidak sampai satu jam sudah tiba. Rasanya kayak perjalanan dari Jakarta ke Lampung. Baru aja kita duduk, santai-santai, nggak lama kemudian sudah ada informasi dari pilot bahwa pesawat "prepare for landing."

*

Di Mamuju, saya dijemput oleh Fauzan dan seorang panitia yang jadi driver. Dari bandara, kami menempuh perjalanan sekira 20 menit ke lokasi acara di Rumah Adat Mamuju. Setiba di sana, dua panitia bergabung dan kami memuju ke rumah makan. Sementara Fauzan sedang melanjutkan kesibukannya.

Makan pallumara ikan di Mamuju itu enak sekali. Seumur-umur kayaknya ini pallumara ikan paling enak yang pernah saya makan. Ikannya segar-segar. Mana ada beberapa potong yang tersedia di situ. Saya makan dan berbagi dengan kawan lainnya. Tapi, saya paling makan banyak habisin ikan itu.

Luar biasa. Mungkin saking laparnya kali ya sampe beberapa potong itu dihabisin semua. Cuma sayang, kuahnya saya nggak habisin. Harusnya sih dihabisin juga. Kan biar nggak mubazzir juga. :)

Dari situ, kami menuju ke Hotel Pantai Indah yang lokasi berdekatan dengan tempat acara. Pas dengar kata "pantai indah" saya jadi teringat nama hotel yang tak jauh dari rumah saya di Tobelo. Namanya juga sama. Mungkin, nama pantai indah sudah jadi semacam nama unik yang ada di benak orang yang mau buat hotel. Setelah itu, saya istirahat di hotel.

Sorenya, S Gegge Mappangewa datang. Dia berkamar di samping saya persis. Lelaki berhati lembut itu memang termasuk penulis idola yang cerpen-cerpennya sering menghiasi media remaja seperti Aneka Yess. Sampai kini, dia masih terus produktif menulis buku, dan juga ikut berbagai lomba dengan hadiah mulai dari 5 juta sampai 30-an juta. Luar biasa!

*

Selama di Mamuju, saya menjadi pembicara terkait budaya literasi. Saya menjelaskan tentang budaya literasi yang sangat penting untuk kemajuan bangsa. Saya juga memotivasi agar para peserta produktif menulis artikel, cerpen, novel, dan buku.

Peserta Kemah Literasi
Sekarang ini mungkin manfaatnya tidak banyak, tapi ke depannya akan banyak sekali manfaatnya. Saya pribadi bersedia untuk membantu para peserta dalam menerbitkan tulisan mereka.


Saya beri contoh soal viral-nya gambar Nur "istri sahnya Iqbal". Harusnya viralnya lebih bermakna, tidak sekedar sensasi.

Di sesi tanya-jawab, banyak sekali yang bertanya. Peserta siswa dan mahasiswa se-Mamuju itu sangat antusias. Ada yang bertanya soal bagaimana mengatasi mood, bagaimana menerbitkan buku yang ada ISBN, hingga apa saja kesulitan dalam menulis.

Jika potensi bagus seperti ini bisa dikelola maka saya yakin akan lahir banyak penulis dari Mamuju.

*

Saya juga bertemu dengan beberapa kawan yang juga pembicara seperti Adi Arwan Alimin yang sekarang aktif sebagai anggota KPU Sulbar. Sebelumnya, penulis novel Daeng Riose itu adalah ketua FLP Sulbar tapi kemudian mundur ketika mau ikut seleksi KPU. Sebelumnya lagi, dia adalah ketua KPU Sulbar. Jadi, ini periode kedua di KPU.

Saya senang mendengarkan puisi karya Adi Arwan yang dia bacakan saat malam penutupan. Dia menceritakan soal kepribadian Nabi Muhammad saw yang saya lihat agak jarang dari penulis sekarang yang mampu membuat sebaik itu.

Jika ada acara pembacaan puisi di Jakarta, sebutlah di TIM, saya kira Adi Arwan sangat layak untuk menjadi salah seorang pengisi acara.

Kemudian saya juga bertemu dengan Mira Pasolong. Sudah lama saya kenal dengannya. Kalau nggak salah lewat FB. Waktu itu saya mengusulkannya untuk membentuk FLP Sulbar setelah saya selesai menjabat sebagai Ketua FLP Sulsel dan berencana bentuk FLP Malut.

Jadi juri lomba baca puisi
Beliau adalah guru yang inspiratif dan motivatif bagi muridnya. Berbagai jabatan pernah diembannya, salahnya satu adalah timsel KPU Sulbar. Suaminya adalah Ketua Ombudsman Sulbar. Banyak jejaringnya tidak hanya di Sulbar dan Sulsel tapi juga di luar. Berbagai penghargaan juga pernah diraihnya. Bagus untuk jadi salah seorang muslimah teladan di Indonesia.

Saya juga bertemu Syafri Arifuddin Massri. Dia bagus menulis puisi dan bagus juga dalam membaca puisi. Jika potensi bagusnya itu dikelola terus, maka ke depannya dia akan menjadi sastrawan penting di negeri ini. Sebelum berangkat ke Makassar dan Jakarta, saya juga sempat ngobrol dengan Syafri dan Fauzan di bandara.

Nasrullah, saya, Gegge, dan Irfani
Adapun Fauzan Basir atau Fauzan Oddang, adalah kawan saya ketika mahasiswa. Waktu saya menikah di Maccopa, sepertinya Fauzan juga ikut mengantar di mobil Rimbawan. Waktu mahasiswa, dia pernah menerbitkan buku bersama Supran Sultan berjudul Kala Cinta Datang Menggoda oleh Pustaka Mahabbah yang saya dirikan. Kini, Fauzan menjadi salah seorang pejabat di Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Daerah Mamuju.

Ada banyak lagi yang saya ketemu di sana, seperti kawan lama saya sesama aktivis KAMMI Unhas, drg Irfani, Nasrullah Mannulusi, dan juga yunior saya di Antropologi Unhas, Nuraeni Nur. Pertemuan kembali itu merupakan pertemuan yang penting sekali karena kita jadi ingat masa lalu bagaimana kita masih kurus-kurus dan masih berjuang untuk bisa eksis di kampus :)

Juga saya bertemu dengan Yolanda yang dipanggil Ola. Dia alumni HI salah satu kampus di Jawa yang berencana untuk lanjut S2 di Swedia. Saya mengusulkan kepada Ola untuk mulai aktif belajar IELTS secara pribadi, atau ikut kursus. Setidaknya, dapat IELTS 6 sudah bisa untuk lanjut master di luar, atau kalau mau lebih bagus dapat 6.5. Semoga sukses buat Ola!

*

Lewat tulisan ini saya ingin ucapkan terima kasih banyak buat Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Mamuju dan semua pihak yang tidak sempat ditulis satu persatu. Semoga di lain waktu saya bisa menulis yang lebih panjang dan lengkap terkait perjalanan ke Mamuju yang sangat berkesan tersebut. Buat para peserta Kemah Literasi: terus belajar, dan produktif!

No comments:

Post a Comment

Kazakhstan from the Eyes of Indonesia: Understanding and Enhancing Long-Term Partnerships

Kazakhstan is known as the ‘Heart of Asia’. A country that is locked by the largest land in the world located in Central Asia. Kazakhstan is...