Sunday, June 23, 2019

Pengalaman Bertemu Duta Besar


Diundang makan malam (dinner) oleh Wakil Dubes Australia bersama diplomat dan beberapa tokoh (2019). Dari Indonesia saya dan seorang kawan (perempuan) yang pernah kerja di bank Australia. Walau bahasa Inggris saya masih pas-pasan saya terus berusaha untuk mengerti.

Nama saya di meja makan waktu diundang Wakil Dubes Australia (2019)

Saya merasa beruntung karena dapat banyak kesempatan bertemu dengan banyak orang, salah satunya dengan para duta besar. Hingga tahun 2019 ini setidaknya saya pernah bertemu dengan duta besar Australia, Amerika Serikat, Myanmar, dan beberapa lainnya dubes Indonesia untuk luar negeri.

Ketika bertemu para duta besar kita mempelajari bagaimana mereka berpikir, berbicara, bersikap, dan secara umum bagaimana mereka menyikapi sesuatu. Sebenarnya sih, kalau bertemu siapapun itu cobalah kita pelajari "apa yang dapat saya ambil dari sosok tersebut." Ambil hal-hal terbaik dari para dubes.


Bersama Dubes Australia: H.E. Greg Moriarty di Ternate (2013) dan H.E. Paul Grigson di Jakarta (2015). Pertemuan dengan Dubes Moriarty waktu saya sebagai Sekretaris Rektor yang diminta untuk membantu memanage kedatangan dubes dan rombongan di Ternate, sedangkan foto dngan Dubes Grigson saat saya diundang pada salah satu acara di rumah dinas Dubes Australia di Menteng, Jakarta.
Sebagai anak muda kita ngga boleh merasa puas dengan apa yang ada. Kita perlu perluas wawasan, dan juga perluas perkawanan. Jangan merasa puas hanya punya beberapa kawan "orang penting". Sebaliknya, perbanyak kawan. Perkenalan itu usahakan ada manfaatnya dalam hal sharing, dan yang penting adalah sinergi. Apa yang dapat disinergikan antara kita dengan mereka?

Ada banyak hal yang dapat kita sinergiskan misalnya dalam ilmu pengetahuan. Ilmu ini kan berkembang terus ya, bahkan cepat banget. Apa yang orang Amerika punya dalam hal tertentu bisa jadi kurang di hal lainnya. Pun demikian sebaliknya. Itulah kenapa program pertukaran sampai sekarang masih diadakan.

Menghadiri undangan Dubes Australia H.E. Gary Quilan di Jakarta. Saya bawakan juga buku yang ditulis oleh Alumni MEP dan diterbitkan Penerbit Mizan (2017)

Jika bertemu dubes, usahakan berdiskusi topik yang sama-sama kita senangi. Tak terkecuali topik tentang negara mereka. Sekarang kan ada google. Kita bisa pelajari negara lain. Pelajari dengan cepat. Jadilah pembelajar cepat. Pelajari dan catat apa saja hal yang kira-kira kita tidak mengerti, atau kita punya masukan bagi negara mereka. Usahakan juga jangan hanya "yes sir, yes sir." Itu kurang bermartabak, eh bermartabat maksudnya. :)

Menghadiri undangan Dubes Amerika Serikat H.E. Joseph R. Donovan Jr dalam acara 70 tahun hubungan Indonesia-Amerika di Jakarta (2019)

Bersama Ambassador Sonny Bowoleksono yang pernah 5 tahun sebagai Dubes Indonesia untuk Amerika Serikat. Saya sharing dengan beliau terkait pentingnya peran tokoh muslim Indonesia untuk menjalin kemitraan dengan tokoh di negara lainnya, termasuk antara Indonesia-Amerika. Beliau bahkan biasa mengajak para diplomat Amerika untuk berkunjung ke pesantren untuk mengenal lebih dekat wajah Islam Indonesia.


Bersama Prof Salim Said yang pernah menjadi dubes Indonesia untuk Republik Ceko. Foto ini diambil saat saya masih sebagai "anak buah" (beliau bilangnya, lebih tepatnya: kolega) di Institut Peradaban. Ceritanya waktu itu saya diajak Ust Muzayyin Arif untuk membantu Prof Jimly dan Prof Salim Said yang akan membentuk Jimly School of Law and Government (JSLG) dan Institut Peradaban. Secara formal, saya ketika itu (2011) sebagai Sekretaris Eksekutif JSLG dan sebagai staf membantu IP di masa-masa awal bersama Prof Salim. Banyak hal yang saya pelajari dari beliau, salah satunya soal semangat beliau dalam berbagi ilmu kepada orang lain.

Bersama Dubes Sri Lanka untuk Indonesia dan ASEAN H.E. Dharsana M. Perera saat menghadiri undangan dari Kantor Utusan Khusus Presiden RI untuk Dialog dan Kerja Sama Antaragama dan Peradaban di Jakarta (2019)
Untuk kalangan muda, mari terus tingkatkan semangat belajar. Jangan cepet puas. Masih muda kalau cepet puas lama-lama akan merasa tinggi hati, sombong, takabbur. Itu ngga baik. Itu dibenci Tuhan. Jadilah pribadi yang harus untuk belajar dan senang akan memberi.

Apa yang tidak ada di negeri ini kita coba ambil dan pelajari dari negeri orang. Nanti setelah kita dapat sesuatu dari negeri orang, usahakanlah kita berbuat untuk negeri kita. Ilmu yang ada jangan disimpen-simpen. Jangan pelit berbagi ilmu. Sharing saja di medsos, di website, atau di buku jika mau lebih serius. Jadi, orientasikanlah apa yang kita dapat dari para dubes atau diplomat secara umum, untuk kemajuan bangsa kita sendiri dan kemajuan umat manusia secara umum. Agar berat tapi harus diusahakan. *

Depok, 23 Juni 2019


No comments:

Post a Comment

Kazakhstan from the Eyes of Indonesia: Understanding and Enhancing Long-Term Partnerships

Kazakhstan is known as the ‘Heart of Asia’. A country that is locked by the largest land in the world located in Central Asia. Kazakhstan is...