![]() |
Suasana rapat pengurus Yayasan Negeri Rempah dengan Ketua Dewan Pembina Dr Hassan Wirajuda |
Event International Forum on Spice Route (IFSR) 2019 adalah sebuah forum internasional yang diselenggarakan oleh Yayasan Negeri Rempah bekerjasama dengan Kemenko Kemaritiman, di Museum Nasional Jakarta. Secara umum acaranya berjalan dengan baik, kendati ada saja kendala pada beberapa bagian yang kita berharap dapat segera diselesaikan agar ke depannya kegiatan ini dapat menjadi hajatan tahunan.
Setelah hajatan IFSR kami mengadakan rapat yayasan bersama Dr Hassan Wirajuda yang di YNR sebagai ketua Dewan Pembina bertempat di Pusdiklat Kemlu di Jakarta (4/4/2019). Di YNR saya diplot sebagai koordinator bidang literasi. Kerjasama kita dengan berbagai lembaga, sebutlah dengan Kemenkomar untuk urusan literasi di-handle oleh saya.
Kami misalnya telah menerbitkan buku "Kisah Negeri-negeri di Bawah Angin: Jejak Kemaritiman Nusantara dari Sejarah Perniagaan Rempah" bermitra dengan Kemenkomar. Buku diberi pengantar oleh Menko Kemaritiman Jenderal TNI (purn.) Luhut B. Panjaitan, Deputi Kemenkomar Dr Safri Burhanuddin, dan Mantan Menteri Luar Negeri Dr Hassan Wirajuda.
Buku tersebut secara singkat menjelaskan perjalanan sejarah bangsa Indonesia sebagai bangsa maritim tersebut sangat diperlukan terutama untuk kalangan muda agar mereka mendapatkan gambaran bahwa Indonesia ini adalah bangsa yang besar. Dan, kejayaan kita tidak terlepas dari kejayaan maritim.
Dulu, sebelum Indonesia ini ada, nenek moyang kita telah berjaya di laut. Sebutlah misalnya Kedatuan Sriwijaya yang kekuasaannya begitu luas, bahkan di masa Bala Putra Dewa, ia pernah membuat semacam monastery di India yang sampai sekarang masih ada. Orang India sangat berutang budi dan sejarah kepada Sriwijaya.
Di sudut lainnya, Kesultanan Ternate juga pernah berjaya di masa Sultan Baabullah yang berkuasa atas sekian banyak pulau tidak hanya di Maluku tapi juga di berbagai bagian Indonesia Timur. Baabullah adalah sultan yang berhasil mengusir Portugis setelah mengepung mereka di benteng sebagai akibat dari pengkhiatan mereka terhadap perjanjian damai antara Portugis dengan Kesultanan Ternate.
Singkat cerita, ketika Sultan Khairun (ayah Baabullah) diundang perjamuan di benteng Portugis, beliau masuk sendirian, tanpa pengawal. Di dalam, ia kemudian ditusuk oleh seorang Portugis. Kejadian itu menciptakan murka bagi Kesultanan Ternate yang merasa dikhianati, padahal sebelumnya telah ada perjanjian damai di atas kitab suci. Maka, perlawanan pun terjadi, tapi perlawanan Baabullah itu tidak sadis. Ia tetap manusiawi. Setelah dikepung oleh kesultanan selama beberapa tahun, akhirnya Portugis-Portugis yang menyerah itu disilakan kembali ke kampungnya dengan selamat. Luar biasa, bukan?
Nah, itu baru bagian kecil saja dari kejayaan masa lalu kita. Buku yang saya cerita tadi itu memang belum dicetak banyak, tapi ke depannya diharapkan dapat dicetak lebih massif agar jadi rujukan buat kita semua. Dalam konteks kemaritiman, diharapkan buku itu dapat menjadi referensi kita dalam melihat kejayaan masa lalu, untuk kemudian kita bawa menjadi kejayaan masa depan. Pertemuan pasca IFSR bersama Dr Hassan Wirajuda adalah bagian dari upaya serius kita untuk terus menjayakan Indonesia lewat berbagai konten positif dalam bentuk literasi maritim. *
No comments:
Post a Comment