La Ode Mu'jizat dan bukunya |
Dalam dunia yang serba instant
ini tidak mudah untuk serius menjadi penulis. Orang masih lebih senang
berbicara, atau kalaupun menulis mereka lebih senang menulis yang singkat-singkat
seperti dalam bentuk status pendek. Namun, langkah La Ode Mu’jizat yang
mengumpulkan tulisannya menjadi buku patut diacungi jempol. Tidak semua orang
bisa, dan lelaki dari tenggara Pulau Sulawesi beranak dua tersebut membuktikan
bahwa dia bisa.
Setidaknya, ada empat hal
penting yang disorot oleh La Ode Mu’jizat dalam buku Cinta Delapan Musim ini. Pertama, soal budaya Buton. Dalam
baris-baris tulisannya, Mu’jizat membahas secara populer budaya Buton yang ia
lihat, dengar, dan rasakan dan dikaitkan dalam berbagai hal di masyarakat.
Upaya untuk mengangkat local wisdom—jika
bisa disebut seperti itu—termasuk jarang dilakukan para penulis kita. Dalam
konteks ini, langkah Mu’jizat patut diacungi jempol karena hendak menghidupkan
nilai-nilai luhur budaya Nusantara kita di era modern ini.
Kedua, kaitan tokoh besar dengan diri kita. Ada banyak tokoh besar yang diangkat oleh Mu’jizat dalam tulisan-tulisannya, sebutlah seperti Ken Arok, Ibnu Batutah, Albert Einstein, Michael Jordan, Valentino Rossi, dan juga tokoh “serba bisa” doraemon. Lantas, apa makna mengenal para tokoh itu buat diri kita?
Dalam buku ini, Mu’jizat mencoba mengaitkan mereka-mereka dengan sejarah, budaya, dan dengan dirinya sendiri. Ada kesan bahwa Mu’jizat tidak ingin sekedar tahu siapa mereka, tapi dia ingin membawa para tokoh tersebut ke dalam—mengutip judul buku Leonard Y. Andaya, The World of Maluku—“the world of Mu’jizat” atau “dunia La Ode Mu’jizat.”
Bagaimanakah “dunia La Ode Mu’jizat” tersebut? Tentu saja yang paling tahu adalah diri Mas La Ode. Akan tetapi, aktivitasnya sebagai trainer, motivator, dan pegiat pendidikan dapat menjadi fakta bahwa dia memiliki dunianya sendiri dan sepertinya ingin mengembangkan sebuah formula hidup berdasarkan lembar-lembar perjalanan hidupnya. Buku ini, kendati kumpulan tulisan, akan tetapi dapat menjelaskan tentang sosok sang penulis.
Ketiga, implementasi nilai-nilai Islam dalam keseharian. Penulis buku ini memiliki keyakinan yang utuh bahwa Islam adalah solusi, dan olehnya itu ia mencoba membawa Islam dalam perspektifnya. Tentu saja ini hal yang menarik di tengah dinamika antara “agama” dan “negara” di negeri kita, ada kelompok tertentu yang tidak senang jika Islam terlalu dibawa-bawa dalam urusan duniawi—sebutlah negara. Akan tetapi, kelompok lain tidak menafikan bahwa Islam sebagai sebuah sistem hidup dapat diaplikasikan oleh manusia dalam berbagai segi kehidupannya.
Keempat, cinta dan nasihat. Mu’jizat juga senang berbicara cinta. Dalam buku ini ia kumpulkan beberapa tulisannya—yang tersebar di jagad laman dan sosmed tersebut—dalam sebuah kesatuan tentang cinta. Seorang trainer memang sudah selayaknya tahu dan bisa berbicara tentang cinta. Dalam buku ini, sang penulis tidak ingin ketinggalan mengekspresikan bagaimana cinta dalam pandangan subyektifnya.
Sebagai karya kreatif, saya mengucapkan selamat kepada Mas La Ode Mu’jizat atas terbitnya buku ini. Tentu saja proses belajar—dalam banyak hal, termasuk menulis—harus terus digeluti untuk menghasilkan hasil olahan pikiran yang bermakna dalam teknik menulis dan juga olahan data-data dalam tulisan. Untuk itu, buku rujukan yang dipakai sebagainya menggunakan yang lebih primer seperti buku-buku utama dalam bidang-bidang yang hendak ditulis.
Kehadiran La Ode Mu’jizat di Agupena cukup membantu publikasi laman agupena.or.id yang digawangi oleh saya dan Pak Sawali Tuhusetya. Di laman ini, secara serius kami memublikasikan karya-karya teman-teman penulis—terutama anggota Agupena—untuk mendukung persebaran publikasi yang luas di laman tersebut. Kendati sampai hari ini nama saya masih di urutan satu sebagai penulis produktif di laman tersebut, saya berharap ke depannya Mas La Ode Mu’jizat dapat lebih produktif dari saya, dan itu harus betul-betul diperjuangkan oleh Mas Mu’jizat.
Buku yang ditulis dengan bahasa yang ringan ini dapat menjadi inspirasi dan panduan untuk hidup damai dan bahagia dengan tak melupakan kearifan Nusantara. Buku ini sekali lagi menjadi bukti bahwa kendati beraktivitas jauh dari ibukota Jakarta, tapi seseorang bisa tetap kreatif menulis buku. Artinya, tempat—dimanapun kita mukim—bukanlah masalah untuk menulis selama ada kemauan yang terjaga. Selamat untuk Mas La Ode Mu’jizat.
Kedua, kaitan tokoh besar dengan diri kita. Ada banyak tokoh besar yang diangkat oleh Mu’jizat dalam tulisan-tulisannya, sebutlah seperti Ken Arok, Ibnu Batutah, Albert Einstein, Michael Jordan, Valentino Rossi, dan juga tokoh “serba bisa” doraemon. Lantas, apa makna mengenal para tokoh itu buat diri kita?
Dalam buku ini, Mu’jizat mencoba mengaitkan mereka-mereka dengan sejarah, budaya, dan dengan dirinya sendiri. Ada kesan bahwa Mu’jizat tidak ingin sekedar tahu siapa mereka, tapi dia ingin membawa para tokoh tersebut ke dalam—mengutip judul buku Leonard Y. Andaya, The World of Maluku—“the world of Mu’jizat” atau “dunia La Ode Mu’jizat.”
Bagaimanakah “dunia La Ode Mu’jizat” tersebut? Tentu saja yang paling tahu adalah diri Mas La Ode. Akan tetapi, aktivitasnya sebagai trainer, motivator, dan pegiat pendidikan dapat menjadi fakta bahwa dia memiliki dunianya sendiri dan sepertinya ingin mengembangkan sebuah formula hidup berdasarkan lembar-lembar perjalanan hidupnya. Buku ini, kendati kumpulan tulisan, akan tetapi dapat menjelaskan tentang sosok sang penulis.
Ketiga, implementasi nilai-nilai Islam dalam keseharian. Penulis buku ini memiliki keyakinan yang utuh bahwa Islam adalah solusi, dan olehnya itu ia mencoba membawa Islam dalam perspektifnya. Tentu saja ini hal yang menarik di tengah dinamika antara “agama” dan “negara” di negeri kita, ada kelompok tertentu yang tidak senang jika Islam terlalu dibawa-bawa dalam urusan duniawi—sebutlah negara. Akan tetapi, kelompok lain tidak menafikan bahwa Islam sebagai sebuah sistem hidup dapat diaplikasikan oleh manusia dalam berbagai segi kehidupannya.
Keempat, cinta dan nasihat. Mu’jizat juga senang berbicara cinta. Dalam buku ini ia kumpulkan beberapa tulisannya—yang tersebar di jagad laman dan sosmed tersebut—dalam sebuah kesatuan tentang cinta. Seorang trainer memang sudah selayaknya tahu dan bisa berbicara tentang cinta. Dalam buku ini, sang penulis tidak ingin ketinggalan mengekspresikan bagaimana cinta dalam pandangan subyektifnya.
Sebagai karya kreatif, saya mengucapkan selamat kepada Mas La Ode Mu’jizat atas terbitnya buku ini. Tentu saja proses belajar—dalam banyak hal, termasuk menulis—harus terus digeluti untuk menghasilkan hasil olahan pikiran yang bermakna dalam teknik menulis dan juga olahan data-data dalam tulisan. Untuk itu, buku rujukan yang dipakai sebagainya menggunakan yang lebih primer seperti buku-buku utama dalam bidang-bidang yang hendak ditulis.
Kehadiran La Ode Mu’jizat di Agupena cukup membantu publikasi laman agupena.or.id yang digawangi oleh saya dan Pak Sawali Tuhusetya. Di laman ini, secara serius kami memublikasikan karya-karya teman-teman penulis—terutama anggota Agupena—untuk mendukung persebaran publikasi yang luas di laman tersebut. Kendati sampai hari ini nama saya masih di urutan satu sebagai penulis produktif di laman tersebut, saya berharap ke depannya Mas La Ode Mu’jizat dapat lebih produktif dari saya, dan itu harus betul-betul diperjuangkan oleh Mas Mu’jizat.
Buku yang ditulis dengan bahasa yang ringan ini dapat menjadi inspirasi dan panduan untuk hidup damai dan bahagia dengan tak melupakan kearifan Nusantara. Buku ini sekali lagi menjadi bukti bahwa kendati beraktivitas jauh dari ibukota Jakarta, tapi seseorang bisa tetap kreatif menulis buku. Artinya, tempat—dimanapun kita mukim—bukanlah masalah untuk menulis selama ada kemauan yang terjaga. Selamat untuk Mas La Ode Mu’jizat.
Depok, 4 Juni 2017
Yanuardi Syukur
Mahasiswa Program Doktor
Antropologi FISIP UI/Pengurus Pusat Asosiasi Guru Penulis Indonesia (Agupena)
No comments:
Post a Comment