Saya sementara baca buku menarik "Muslim Society in Postnormal Times" karya Ziauddin Sardar, Jordi Serra, dan Scott Jordan (IIIT & CPPFS, 2019) yang membahas soal trend di dunia Islam, issu yang berkembang, serta skenario masa depan yang perlu diambil oleh umat Islam. Buku bagus ini menurut saya penting untuk dibaca semua umat Islam agar kita mengetahui apa saja perubahan yang terjadi di tingkat global yang pastinya punya pengaruh pada tingkat regional, nasional, dan juga lokal.
Tiba-tiba, saya lihat flyer di Facebook, ada "Reuni Akbar Akhwat KAMMI Sulsel" pada 12 Juni 2020. Melihat itu saya jadi teringat masa-masa kuliah dulu di Unhas, berlangganan di Mail makan "nasi seribu" (nasri) di Lorong 1 Perintis Kemerdekaan IV, Tamalanrea, dan hari-hari ketika kita begitu sering turun demo di depan pintu 1, tol reformasi, kantor DPRD Sulsel, hingga di sekitar Bandara Sultan Hasanuddin.
Mengenang itu membuat saya menjadi insyaf, bahwa begitu cepat perjalanan hidup ini membawa kita berpindah dari satu waktu ke waktu yang lain. Saya kadang masih ingat, waktu di mana saya dibantu banyak oleh PKPU, ketika saya yang mahasiswa korban kerusuhan di Maluku Utara 1999, sangat butuh akan dibantu. Singkatnya, ada banyak orang baik yang membantu kita, baik yang kita kenal namanya atau yang mungkin dia tidak mau kita tahu siapa namanya.
Masa-masa kuliah dulu, saya lihat banyak kegiatan BKM Seruan Insani (Seruni) KAMMI Sulsel yang dilaksanakan. Ketika itu suara kritis mahasiswa begitu sering terdengar, dan agak aneh jika mahasiswa hanya ke kampus dan kosan, tanpa menjadi aktivis. Di KAMMI saya termasuk rajin ikut rapat, baik itu di mushalla sampai di berbagai pelataran kampus.
Dalam masa pencarian jati diri, saya juga aktif mengikuti berbagai perekrutan anggota baru, baik di HMI, PMII, GPI, dan lain sebagainya. Suatu ketika, pas lagi makan di salah satu restoran di Washington, D.C, seorang kawan bertanya ke saya, "Kok bisa sih anak KAMMI ikut interfaith dialogue?" Ketika itu saya diundang oleh Kedubes Amerika untuk ikut pertemuan internasional yang digelar di Kementerian Luar Negeri AS yang dilanjutkan dengan berbagai sesi diskusi di tiga kota di sana: DC, Pittsburgh, dan New York.
Saya jawab, "Saya dibesarkan di pantai, di utara pulau Halmahera. Di sana kita hidup bersama banyak orang, lintas-agama dalam kompleks pelabuhan. Ketika di pesantren, kita diajarkan untuk mengikuti kebenaran, dan jangan fanatik pada orang atau organisasi. Maka ketika saya aktif di KAMMI, yang pastinya jarang ngobrolin soal interfaith, saya merasa biasa saja, karena sejarah personal saya banyak berkaitan dengan yang berbeda."
Sebelumnya, ketika berkunjung ke Australia, saya juga ikut kegiatan yang serupa, dibiayai oleh Pemerintah Australia. Sampai sekarang, kegiatan para alumni--di mana saya dipercaya sebagai ketua--masih berjalan dengan lancar lewat berbagai digital live series di IG, Youtube, dan zoom dengan mengundang berbagai tokoh. Pada 20 Juni nanti, misalnya, Forum Alumni AIMEP akan buat sesi bersama Alimatul Qibtiyah, Oki Setiana Dewi, dan Fahd Pahdepie. Kita coba kolaborasikan semua potensi alumni untuk berbagai aktivitas sinergis-positif bagi publik seluas-luasnya.
Pengalaman menjadi anak KAMMI banyak sekali membekas di sana. Termasuk berkawan dengan aktivis BKM Seruni. Saya ingat bagaimana dulu Kak Lula (Masrurah Usman), FE-98 Unhas, sering memimpin rapat dan memberikan nasihat dalam rapat-rapat kita sesama anak FIS (FISIP, FE, FH, FS). Saya masih ingat taushiyah-nya yang luar biasa itu, dan bagaimana intonasinya. Dia terlihat begitu moderat, bijaksana, dan dewasa.
Ketika berkunjung ke Sulsel, saya beruntung pernah diundang oleh beliau menjadi narasumber bedah buku di sebuah radio di Pangkep yang ketika itu beliau menjadi host-nya. Sepulang dari sana, saya ketemu orang mabuk yang jatuh dari motor dan tergeletak begitu saja di pembatas jalan. Saya turun dari pete-pete, saya bantu, dan carikan mobil untuk dibawa ke RS Unhas, Tamalanrea. Bayangan saya: jika kita biarkan dia di pembatas jalan itu dan kelindes mobil pastinya akan menyesal kita--karena tidak bisa bantu. Sikap senang bantu orang dengan cepat itu saya dapatkan dari KAMMI, ketika aktif di KAMMI Center (sebelum SSC) dan berbagai kegiatan di dalamnya.
Di BKM Seruni juga saya ingat kawanku yang baik, FK-99 Unhas, Dokter Naimah. Kosannya nggak jauh dari saya. Masih "keluarga PK-4", belakangnya Pusat Dakwah Muhammadiyah. Naimah adalah tipikal aktivis KAMMI yang ulet, rajin, konsisten, dan pemurah. Di zaman itu, saat saya lagi butuh ponsel (mana mampu kita beli ponsel masa itu), saya dipinjemin ponsel-nya Naimah. Bisa dikatakan, Naimah dan kawan-kawannya (yang tinggal satu kosan di salah satu lorong di PK-4) banyak berjasa dalam hidup saya.
Saya juga ingat kawan lainnya, Irawati, Poltek 99. Dulu bareng saya di Divisi Solidaritas Umat KAMMI Center (kalo nggak salah ingat). Saya ingat bagaimana kritisnya sosok Ira ketika itu. Pokoknya selalu ada suaranya ketika rapat. Kini saya lihat ia telah menjadi womanprenenur sukses di ibukota, dan telah punya rumah bagus di Bogor. Ira adalah salah satu kawanku yang terbaik, dan saya selalu doakan yang terbaik untuknya.
Lantas, bagaimana kabar BKM Seruni? Kabarnya mungkin baik-baik saja. Namun, yang harus terus dikembangkan adalah (1) kolaborasi alumni dalam berbagai aktivitas yang progresif, maju, dan sinergis, (2) perlunya percepatan pembelajaran di tengah dunia yang berubah begitu cepat, (3) pentingnya memiliki sikap sebagai pembelajar seumur hidup. Pada poin ketiga ini maksudnya, walaupun sudah jadi ibu rumah tangga, tetaplah belajar, terus kembangkan potensi diri, dan jaga sialturahmi dengan berbagai relasi.
Dari sini, saya doakan semoga BKM Seruni terus sukses. Kawanku yang dulu pernah beraktivitas sama-sama, semoga lancar juga segala sesuatunya. Trus kalo ada yang punya fotoku waktu demo-demo dulu, mungkin bisa di-share juga ke saya, karena istriku kurang percaya kalau saya itu dulu "demonstran juga", karena tidak ada fotonya. No picture hoax! gitu sih katanya.
Depok, 11 Juni 2020
Esai ini ditulis sebagai silaturahmi bagi kawan lama di KAMMI Sulsel.
No comments:
Post a Comment