Pagi ini saya merasa senang karena seorang kawan telah melangsungkan salah satu hajatannya, yakni menikah, yang disiarkan langsung lewat FB Mbak Ahsun Inayati. Pernikahan berlangsung di Soakonora, Kecamatan Galela, yang berjarak sekitar satu jam kurang lebih dari kota Tobelo, rumah saya. Halmahera Utara, itu nama kabupatennya.
Hasli Barondes adalah lelaki beruntung pagi ini. Setelah lama berjuang mencukupi berbagai kebutuhan hidup, termasuk mencarikan biaya untuk keluarganya, akhirnya menyelesaikan masa lajangnya. Pertanyaan saya kepada 'kapan menikah?' akhirnya terjawab pada hari ini, alhamdulillah.
Perjuangan
Menikah itu perjuangan. Semua orang yang menikah pasti melewati yang namanya perjuangan, baik itu perjuangan meyakinkan diri sendiri bahwa 'apakah saya telah layak menikah' sampai pada bagaimana cara berkomunikasi dengan calon istri (suami), orang tua (sendiri atau calon), biaya, dan dilaksanakan di mana.
Dalam perjuangan pernikahan Hasli saya beruntung turut mensupport-nya dengan meyakinkan pihak keluarga besar calon istri terkait sosok Hasli. Suatu ketika, Hasli berkirim pesan ke saya agar saya bisa membantu mengkomunikasikan kepada salah seorang keluarga calon istrinya itu. Segera saya menelepon, berbicara tentang pernikahan yang 'sebaiknya disegerakan', dan bagaimana sosok pribadi calon suami tersebut.
Saya mengenal Hasli dalam jangka waktu yang lama. Dibesarkan di desa Popilo, Hasli merupakan lelaki yang selamat dalam kerusuhan 1999. Usianya masih sangat muda, ketika ayahnya wafat dalam kerusuhan pasca reformasi tersebut. Dia kemudian ke Pulau Jawa masuk ke pesantren, di sana berkenalan dengan beberapa orang--yang belakangan menjadi band terkenal, Wali.
Selanjutnya, Hasli melanjutkan kuliah di STAIN Ternate (kini IAIN Ternate). Setelah tamat S1 dari Unhas, saya pulkam dan membentuk Forum Lingkar Pena di sana, dan Hasli termasuk yang berkontribusi terutama ketika FLP berpindah dari kota Tobelo ke kota Ternate. Saya biasa makan malam dengannya di sweering, sambil melihat dari kejauhan pulau Halmahera dalam gelap.
Hasli juga dekat dengan keluarga saya. Kadang, ketika ia ada waktu, biasa ia membantu keluargaku. Boleh dikata, ia merupakan salah seorang kepercayaan di keluarga kami. Ketika toko kami tidak ada yang jaga atau kurang personil, Hasli membantu 'jaga toko'. Orang-orang yang mau ke pulau Kumo, Kakara, Tagalaya, Tolonuo, hingga Morotai biasa belanja di tempat kami. Termasuk yang berasal dari Lolobata, Heletetor, pesisir Galela, hingga Sangir-Talaud di Sulawesi Utara. Ayahku sangat dekat dengan mereka.
Perjuangan Hasli dalam menikah ini tidak mudah. Dia harus meyakinkan keluarga besar calon istri, mengumpulkan beberapa kebutuhan dari keringatnya sendiri, dan termasuk meyakinkan dirinya bahwa dia telah siap. Hasli merupakan salah seorang penulis kaligrafi dari Maluku Utara. Dia biasa menulis kaligrafi di berbagai masjid, dan hasilnya bagus menurut saya.
Membantu Lewat Suara
Kita bisa membantu orang yang ingin menikah lewat suara. Beberapa tahun lalu, seorang kawan ingin menikah. Ia bertanya, bagaimana karakter perempuan di kompleks tersebut? Saya jawab apa adanya, termasuk pendapat saya tentang calon istrinya itu. "Berdasarkan amatan saya, perempuan tersebut adalah pribadi yang taat pada orang tuanya, senang belajar, dan sopan," kata saya pada seorang kawan lewat telepon. Kini, dia telah beranak tiga.
Seorang kawan lainnya, bertemu di sebuah kantor. Mengatakan hajatnya ingin menikah. Dia sudah punya nama, tapi belum tahu bagaimana cara meyakinkan perempuan tersebut yang katanya 'agak keras' dalam pendiriannya. Indikator kerasnya gimana? Katanya, 'sering berdebat', dan senang sekali mendebat. Singkatnya, kritis. Saya memberikannya advice beberapa orang yang perlu didekati, dan bagaimana sikap dalam mencari jodoh yang prinsipnya 'berusaha saja; jika jodoh akan jadi juga pada akhirnya.'
Di tahun yang lebih lama lagi, seorang perempuan juga minta pendapat tentang rencana pernikahannya. Saya beri masukan dengan memberikan masukan tentang apa saja yang perlu diperjelas sebelum menikah. Memang, bagusnya sebelum menikah segala sesuatunya diperjelas, seperti identitas calon pasangan (lajang, duda, janda, etc.), dan bagaimana karakter personalnya.
Mengenal Karakter Personal
Bagaimana cara mengenal karakter personal calon pasangan? Pertama, lewat life story, cerita hidup. Maka seorang calon suami/istri perlu tahu apa life story dari calon pasangannnya tersebut. Life story itu seperti kisah hidupnya dari kecil sampai sekarang. Dia orang mana, orang tuanya bagaimana, pendidikannya dimana saja, dan apa saja kebiasaan sehari-harinya. Yang paling tahu biasanya orang terdekat, apakah itu orang tua, saudara (adik atau kakak), atau teman dekat.
Life story juga bisa diperoleh dengan mengamati media sosial. Memang, media sosial itu hanya citra yang tidak 100 persen utuh, tapi kita bisa dapatkan sedikit gambaran tentang bagaimana pemikiran, respons, dan kecenderungan seseorang. Orang yang sering mengeluh di status berarti cenderung untuk mudah mengeluh; orang yang sering sumpah serapah juga begitu dalam kenyataanya; dan orang yang menjawab komentar dengan santai juga menandakan karakternya.
Kadang, kita juga perlu tahu apa yang dilakukan seseorang dalam situasi sulit atau terjepit. Karakter seseorang akan terlihat di situ. Apakah dia egois atau tidak terlihat dari bagaimana dia berhadapan dengan krisis. Hal itu bisa kita dapat lewat cerita dari beberapa orang terdekat, atau yang cukup mengenal secara subjektif calon tersebut.
Kedua, libatkan doa dalam proses pernikahan. Doa itu penting sekali untuk meyakinkan kita terhadap hal-hal yang tidak pasti, termasuk pernikahan. Siapa yang bisa memastikan akan menikah dengan siapa? Nyaris tidak ada. Banyak orang yang sudah yakin menikah eh tahu-tahunya nggak jadi. Seorang kawan datang ke rumah saya mengabarkan, 'bang, nanti datang ya di pernikahan saya.' Saya telah catat di jadwal saya untuk hadir. Menjelang hari H, rupanya batal. Soalnya, katanya masalah uang. Padahal, si lelaki telah menyiapkan uang belanja yang jumlahnya bisa 6 kali dari uang yang dulu saya miliki ketika menikah. Artinya, 'kemapanan' finansial tidak menjamin semua berjalan lancar.
Doa menjadi urgen sekali dalam proses ini. Maka, ketika seseorang akan menikah, dia harus membersihkan dirinya (termasuk handphone-nya) dari berbagai hal yang mengganggu perjalanannya ke depan. Residu semacam patah hati di masa lalu atau trauma harus segera dihilangkan, at least ditempatkan pada proporsinya. Ingat, kita hidup untuk masa depan, bukan masa lalu.
Semua orang pasti punya masa lalu, tapi masa lalu bukan untuk ditangisi atau disesali. Sebaliknya, semua jenis trauma masa lalu itu harus dijadikan hikmah saja bahwa namanya kehidupan ya begitu; ada senang ada susah, ada yang mau dan ada yang menolak, ada yang dulu setuju ada yang akhirnya batal. Itu biasa dalam hidup. Sebagai pejuang, kita jangan cepat putus asa. Gunakanlah segenap cara sebaik-baiknya agar bisa membantu demi terselesaikannya hajat-hajat kehidupan.
Akhirnya, lewat tulisan ini saya ingin mendoakan kepada Hasli Barondes dan istri semoga menjadi keluarga berkah, meraih kehidupan sakinah, mawaddah, wa rahmah; damai, penuh cinta, dan kasih sayang. Serta bagi rekan-rekan yang hendak menikah tapi belum dipertemukan, tetaplah berikhtiar dan berdoa. Karena rahasia hidup ada pada dua kunci itu.*
Depok, 21 Sept 2020
No comments:
Post a Comment