Keberpihakan Indonesia terhadap Palestina tidak berubah sejak zaman Bung Karno hingga Joko Widodo. Pada 1962, Presiden Bung Karno menyampaikan sikapnya dalam mendukung Palestina: "Selama kemerdekaan bangsa Palestina belum diserahkan kepada orang-orang Palestina, maka selama itulah bangsa Indonesia berdiri menantang penjajahan Israel."
Pada 2021, Presiden Joko Widodo mengeritik dan mengutuk keras Israel: "Pengusiran paksa warga Palestina dari Sheikh Jarrah, Yerusalem Timur, dan penggunaan kekerasan terhadap warga sipil Palestina di Masjid Al-Aqsa tidak boleh diabaikan. Indonesia mengutuk tindakan tersebut dan mendesak Dewan Keamanan PBB untuk mengambil tindakan atas pelanggaran berulang yang dilakukan oleh Israel. Indonesia akan terus berpihak pada rakyat Palestina."
Posisi pro-Palestina ini sangat terang dan jelas sesuai dengan alinea 1 Pembukaan UUD 1945: "Bahwa sesungguhnya Kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri-kemanusiaan dan peri-keadilan."
Alinea pertama tersebut menjelaskan posisi Indonesia dalam menyikapi kemerdekaan dan penjajahan:
1. Kemerdekaan adalah hak segala bangsa
2. Penjajahan di atas dunia harus dihapus
3. Kenapa harus dihapuskan? Karena: tidak sesuai dengan dua sifat, yakni: peri-kemanusiaan dan peri-keadilan.
Kalimat "Kemerdekaan adalah hak segala bangsa" mengandung dua bagian penting: "kemerdekaan" dan "hak segala bangsa." Kemerdekaan berasal dari kata "merdeka", bahasa Sanskerta maharddhika, yang berarti "kaya, sejahtera, dan kuat" yang dalam bahasa Melayu dan bahasa Indonesia diartikan sebagai "bebas atau tidak bergantung/independen."
Ditambahnya kata "adalah hak segala bangsa" menguatkan gagasan bahwa menjadi bangsa yang kaya, sejahtera, kuat, bebas, tidak tergantung kepada bangsa lain, adalah hak, sesuatu yang harus didapatkan setiap orang yang telah ada sejak lahir, bahkan sebelum mereka lahir. Bangsa sebagai "kumpulan manusia yang beridentitas sama" wajib mendapatkan haknya sebagai manusia dan bangsa yang merdeka.
Bangsa Palestina berhak untuk menjadi bangsa merdeka dari berbagai penjajahan, opresi, hingga tindakan apartheid dan persekusi dari Israel. Indonesia mendukung penuh kemerdekaan Palestina sejak dulu sampai sekarang, dan posisi ini tidak berubah sesuai dengan amanat konstitusi. Konstitusi Indonesia adalah UUD RI Tahun 1945 yang substansinya termaktub dalam pembukaan dan pasal-pasal yang ada di dalamnya.
Kalimat selanjutnya, "dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan" mengandung posisi Indonesia yang sangat jelas bahwa penjajahan dalam bentuk apapun dan di manapun di dunia ini haruslah dihapuskan.
Penjajahan itu mencakup: proses, cara, dan perbuatan menjajah. Lokasinya adalah di dunia, yang dimaknai sebagai "bumi dengan segala sesuatu yang terdapat di atasnya", "planet tempat kita hidup", atau yang lebih luas lagi adalah: "alam kehidupan." Di semua alam di mana manusia hidup, yang namanya penjajahan haruslah dihapuskan.
Itulah kenapa sampai sekarang Indonesia menolak membuka hubungan diplomatik dengan Israel, sejak diproklamasikan oleh David Ben-Gurion pada 14 Mei 1948, karena dianggap sebagai penjajah yang merampas tanah rakyat Palestina.
Satu tahun setelah proklamasi itu, Israel mengusulkan membuka konsulat di Indonesia, tapi tidak digubris Indonesia. Pada Januari 1950, Menteri Luar Negeri Israel (1948-1956), Moshe Sharett mengirim telegram kepada Wapres Mohammad Hatta yang berisi pengakuan penuh Israel terhadap kedaulatan Indonesia. Bung Hatta hanya menanggapi dengan ucapan terima kasih tanpa menawarkan hubungan diplomatik.
Apa alasan penolakan terhadap penjajahan? Alasan paling mendasar dari penghapusan penjajahan di atas dunia adalah karena penjajahan itu "tidak sesuai dengan peri-kemanusiaan dan peri-keadilan." Kata "peri" berarti "hal, sifat, keadaan, laku, yang layak bagi manusia, sifat-sifat yang layak bagi manusia, atau keadaban. Penjajahan dianggap tidak sesuai dengan sifat manusia dan sifat keadilan.
Dalam kalimat ini terlihat gagasan bahwa tabiat dasar manusia adalah beradab dengan sifat-sifat keadaban dan keadilan yang melekat dalam dirinya. Dari sifat beradab itu, manusia kemudian menciptakan peradaban, ilmu pengetahuan, yang semua itu harus diturunkan pada kesejahteraan manusia.
Sifat keadilan merupakan bagian penting dalam dunia manusia. Keadilan meniscayakan adanya perbuatan dan perlakuan yang adil bagi semua manusia sehingga setiap orang memiliki hak dan kesempatan yang sama untuk tumbuh dan hidup bermasyarakat. Secara bahasa, sifat adil itu berarti maknanya adalah: "sama berat", "tidak berat sebelah", atau "berpihak kepada yang benar."
Dukungan Indonesia pada pada level multilateral terlihat dari konsistensi untuk selalu menyuarakan isu-isu seputar Palestina di forum Dewan Keamanan PBB. Bersama Malaysia, Indonesia meminta Dewan Keamanan PBB untuk campur tangan dan menghentikan "tindakan tercela: serangan Israel di Gaza di saat konflik antara pasukan Israel dan militan Palestina yang kian berkecamuk.
Menyikapi agresi militer Israel ke Palestina (2021), Kepada Organisasi Kerja sama Islam (OKI), pada 15 Mei 2021, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengusulkan agar: (1) OKI memastikan adanya persatuan, di antara negara anggota OKI dan di semua pemangku kepentingan di Palestina, (2) OKI harus mengupayakan gencatan senjata segera, dan (3) OKI tetap fokus membantu kemerdekaan bangsa Palestina.
Pada level bilateral, Indonesia juga melakukan berbagai dukungan kerja sama teknis dan bantuan kemanusiaan kepada ribuan warga Palestina dalam berbagai keahlian seperti pertanian, perikanan, pariwisata, dan lain sebagainya.
Tahun 2019, dalam Debat Terbuka Dewan Keamanan (DK) PBB tentang situasi di Timur Tengah (28/10/2019) yang dipimpin oleh Menteri Luar Negeri Afrika Selatan Naledi Pandor, Indonesia menegaskan dukungannya untuk kemerdekaan Palestina.
Dubes Dian Triansyah Djani, Utusan Tetap RI untuk PBB menekankan: “Israel harus segera menghentikan pembangunan ilegal dan provokasi oleh pasukan keamanan di tempat-tempat suci di wilayah pendudukan Palestina. Tindakan-tindakan ini telah melanggar hukum internasional dan resolusi PBB, seperti resolusi 2334 (2016) dan menghambat upaya pencapaian perdamaian dunia." (Kemlu.go.id, 28/10/2019)
Mengutip laman Kemlu, Indonesia percaya bahwa kemerdekaan Palestina sangatlah penting untuk menjaga perdamaian dan keamanan internasional. Oleh karena itu, komunitas internasional harus membalikkan tren negatif yang menghambat pencapaian two-state vision yang merupakan solusi terbaik dalam mengatasi konflik. “Kegagalan komunitas internasional dalam menyelesaikan masalah ini akan memberikan dampak besar, tidak hanya dalam pencapaian resolusi damai antara Israel-Palestina, namun juga perdamaian dan stabilitas di seluruh kawasan Timur Tengah." Demikian tegas Dubes Djani.
Beberapa bentuk diplomasi "tangan di atas" itu sangat relevan dengan posisi Indonesia yang anti pada penjajahan sekaligus solidaritas terhadap bangsa-bangsa yang lemah. Dalam kesehatan, misalnya Indonesia (lewat inisiasi MER-C) juga membangun Rumah Sakit Indonesia di Bayt Lahiya, Gaza Utara, dengan sumbangan masyarakat Indonesia dari Sabang sampai Merauke. Sementara ini, Indonesia (lewat MUI) juga akan membangun Rumah Sakit Indonesia di "Al-Khalil" Hebron di atas tanah waqaf seluas 4.000 m2.
Berpijak pada aline pertama Pembukaan UUD 1945 di atas, kita jadi mengerti mengapa sejak Indonesia berdiri sampai sekarang, bangsa ini tetap mendukung Palestina. Secara konstitusi, dukungan kita terhadap Palestina, atau kepada bangsa-bangsa terjajah lainnya, adalah karena faktor martabat manusia, bahwa semua manusia harus duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi. *