Sunday, May 30, 2021

Untuk Pencela Donasi Palestina


Ada saja orang yang tidak senang dengan donasi masyarakat Indonesia untuk Palestina dengan jumlah yang miliaran.

Dalam ayat ini, karakter tidak senang terhadap donatur sukarela tsb disebut sebagai "para pencela", salah satu sifat orang-orang munafik.
M. Quraish Shihab dlm Tafsir Al-Mishbah menulis: (1) orang-orang tsb ada yg terus-menerus mencela para pemberi sedekah, dan jika sedekah itu besar, mereka berkata: "pemberian mereka pamrih", (2) mereka juga mencela orang-orang yg dapat sedekah dlm jumlah sedikit dgn berkata: "Pemberiannya terlalu sedikit tidak berarti di sisi Allah."
Orang-orang yg mencela atau mengejek para sukarelawan (atau donatur), maka mereka akan dibalas Allah dgn ejekan, bahkan dgn azab yg pedih.
Dalam Islam, sumbangan bisa berbentuk harta benda, bahkan tenaga dan pikiran juga masuk di dalamnya, "...merupakan sesuatu yg diakui sangat berharga oleh Al-Qur'an tidak kurang nilainya dari sumbangan harta benda." (Tafsir Al-Mishbah, vol 5, p. 178)
Kita berlindung kepada Allah dari sifat tsb. Jika bisa membantu, bantu. Jika tdk bisa, maka berkata-kata yg baik adalah jalan paling baik bagi mereka yg percaya pada kebenaran Al-Qur'an.

Membulatkan Tekad Menggapai Cita-Cita

"Kemudian, apabila engkau telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sungguh, Allah mencintai orang yang bertawakkal." (QS. Ali Imran: 159)
Apa itu tekad? KBBI beri jawaban: kemauan (kehendak yang pasti), kebulatan hati, iktikad. Seorang yang bertekad berati: berniat, bermaksud.
Jika bertekad berarti berniat, berarti seorang yang bertekad adalah yang memiliki "keadaan mental yang merepresentasikan komitmen untuk melakukan suatu tindakan atau tindakan di masa depan."
Bagaimana dengan membulatkan tekad? Artinya: "membulatkan hati." Sangat mungkin sebelum hati dibulatkan--dikuatkan, disatukan--hati tersebut masih terpisah-pisah, tidak menyatu. Maka, dibutuhkan suatu soliditas hati yang bulat dan kuat untuk mencapai sesuatu.
Merujuk pada ayat di atas, seorang yang telah membulatkan hatinya (dan juga bekerja sungguh-sungguh untuk itu), diajarkan untuk bertawakkal kepada Allah. Bertawakkal berarti berserah diri sepenuhnya kepada Allah dalam menghadapi, menunggu hasil suatu pekerjaan, atau menanti akibat dari suatu keadaan.
Jadi, alurnya: tekad yang kuat --> bekerja sungguh-sungguh --> menyerahkan diri kepada Allah dan menunggu hasil pekerjaan.
Sejauh ini motivasi sukses kerap dimulai dari mengumpulkan semangat, kemudian bekerja keras (ada yang mengubahnya dengan 'bekerja efektif'), kemudian menunggu hasil. Hukum alamnya tidak lepas dari itu: bekerja dan berpenghasilan. Itu dalam arti seluas-luasnya. Orang berpenghasilan (dapat hasil) karena dia bekerja--apa pun dan dalam skala apapun jenis pekerjaan tersebut.
Berbicara masalah penghasilan, segala sesuatu di atas bumi sesungguhnya sudah ada rezekinya, ada takaran-takarannya. Tidak ada yang tercipta tanpa rezeki. Manusia misalnya, sejak dalam kandungan, tidak bisa melakukan apapun--bekerja, misalnya--akan tetapi ia dapat suplai masukan dari ibunya. Setelah hidup, ada juga orang yang kelihatannya tidak banyak bekerja, tapi rezeki mengalir begitu saja.
Di sini kita meyakini bahwa Tuhan memberikan rezeki-Nya kepada siapa yang dia kehendaki, dan jumlahnya juga terserah pada kehendak-Nya. Ada orang yang biasa saja pendidikannya tapi rezekinya melimpah, tapi ada juga yang tinggi gelarnya tapi terlihat biasa-biasa saja. Selain faktor usaha, juga ada faktor kadar yang Tuhan beri kepada tiap orang.
Mereka yang sudah berusaha tapi hasilnya masih terlihat apa adanya, maka agama juga memberi mekanisme sabar atau tabah yang dibarengi dengan shalat. Allah swt berfirman: "Wahai orang-orang yang beriman! Mohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan shalat. Sungguh, Allah beserta orang-orang yang sabar." (QS. Al-Baqarah: 153)
Ada dua bagian pokok dalam kesabaran: sabar jasmani dan sabar rohani. M. Quraish Shihab dalam Kosakata Keagamaan (2020), menulis, bahwa sabar jasmani adalah sabar dalam menerima dan melaksanakan perintah-perintah keagamaan yang melibatkan anggota tubuh, seperti sabar dalam ibadah haji, peperangan membela kebenaran, menerima cobaan penyakit, penganiayaan, dan semacamnya.
Sedangkan sabar dalam rohani, lanjutnya, menyangkut kemampuan menahan kehendak nafsu yang dapat mengantar kepaa keburukan, seperti bersabar menahan amarah, atau nafsu seksual yang bukan pada tempatnya.
Dalam hidup ini cukup banyak hal yang kita tidak tahu, tapi kita berusaha ingin tahu. Sebagian memilih seakan-akan tahu, apalagi di zaman medsos seperti ini, orang berlomba-lomba jadi pusat perhatian dengan berbagai cara. Akhirnya, seolah-olah mereka tahu, padahal tidak, terutama substansi sesuatu. Melihat citra luar saja tidak cukup untuk mengenal kebenaran, butuh pendalaman agar hakikat sesuatu itu terbuka.
Di Al-Qur'an ada doa momohon ampun dan perlindungan dari hal-hal yang kita tidak tahu. Kenapa mohon ampun dan berlindung? Agar kita tidak keliru, apalagi mengelirukan orang lain--secara sengaja atau tidak sengaja.
Doanya berbunyi: "Ya Rabbku, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu untuk memohon kepada-Mu sesuatu yang aku tidak mengetahui (hakikatnya). Kalau Engkau tidak mengampuniku, dan (tidak) menaruh belas kasihan kepadaku, niscaya aku termasuk orang yang rugi." (QS. Hud: 47)
Kita jadi yakin dalam hal ini, bahwa tugas manusia adalah berusaha mendekat kepada-Nya, bekerja sebaik-baiknya, dan momohon selalu lindungan-Nya. Setelah berusaha, serahkan pada-Nya: Tuhan sajalah yang menentukan. Bertekad sebulat-bulatnya, berusaha semaksimal-maksimalnya, dan menyerahkan diri seutuh-utuhnya untuk mendapatkan petunjuk-Nya. *

Tuesday, May 25, 2021

Dr. KH. Mujetaba Mustafa: Pendakwah, Pendidik, dan Pejuang Kemerdekaan Palestina

Ada tiga hal yang dapat menggambarkan pribadi Dr. Mujetaba Mustafa: pendakwah, pendidik, dan pejuang kemerdekaan Palestina.

Sebagai pendakwah, Dr. Mujetaba rajin menyebarkan dakwah Islam dengan berbagai topik. Mulai dari topik iman, silaturahmi, dan menjadi manusia bahagia.
Sebagai ahli tafsir, dia menjelaskan Al-Qur'an dengan bahasa yang ringan, dan mudah dicerna. Tulisannya, tentang toleransi waktu masih berafiliasi pada IAIN Palopo dibaca oleh banyak orang sebagai berikut: Abstract viewed = 99 times dan PDF downloaded = 1022 times.
Sebagai pendidik, Dr. Mujetaba juga rutin mendidik anak muda agar cinta kepada Allah dan berjuang di jalan-Nya. Sandy Padi, pengurus Musholla Nurul Ilmi Politeknik STIA LAN Makassar, menulis: "Kami Jadi saksi kalau beliau Guru yang baik. Tiga tahun terakhir beliau selalu mengisi kajian ramadhan di Musholla kampus kami dengan ciri khas retorika beliau yang penuh semangat dengan tema yang sangat menyentuh realitas. Terakhir beliau mengangkat tema pada kajian ramadhan kemarin " Puasa dan Work inspiring."
Dr. Mujetaba juga menulis beberapa artikel jurnal seperti "Kewajiban Berdakwah Menurut Al-Qur'an" dan "Konsep Mahabbah dalam Al-Qur'an" (keduanya di Jurnal Al-Asas, 2020). Tentang toleransi, dia menulis "Toleransi Beragama Perspektif Al-Qur'an" (Jurnal Tasamuh IAIN Sorong, 2015).
Dr. Mujetaba juga aktif dalam pembelaan terhadap bangsa Palestina. Dia adalah Ketua Komite Nasional untuk Rakyat Palestina (KNRP) Sulsel yang aktif dalam menggalang berbagai advokasi.
Sebagai Ketua KNRP, pada Februari 2015 ia juga melakukan audiensi dengan Wali Kota Makassar, Danny Pomanto dan mendapat dukungan menggelar Jumat untuk Palestina yang dipusatkan dari sejumlah masjid di Makassar dengan target 2 M.
Dia mengaku sangat berterima kasih atas respons positif wali kota terhadap penggalangan donasi tesebut. Walikota Danny juga mengatakan siap membantu dalam hal sosialisasi. Saat itu, Wali Kota Danny memberi donasi Rp100 juta untuk rakyat Palestina.
Danny mendonasikan uang pribadinya saat lelang bingkai Masjid Al-Aqhsa pada acara konser kemanusiaan peduli Palestina, yang digelar di Celebes Convention Center (CCC), Minggu (22/2/2015). Konser bertajuk Makassar peduli Palestina ini dihibur artis Opick, Tomboati Band dan Melly Goeslaw.
Pada 2017, menyusul ditutupnya Masjid Al Aqsa, ratusan masyarakat Makassar menggelar aksi di Monumen Mandala, Makassar, Jum'at (21/7/2017). Menurut Dr. Mujetaba Mustafa, aksi ini dilakukan untuk memberikan dukungan kepada Palestina dan mendorong pemerintah mengadvokasi warga Palestina.
“Kita menagih kebijakan luar negeri yang bebas aktif. Bebas tidak terikat negara manapun tapi aktif memberikan advokasi dan pembelaan terhadap segala bentuk penindasan di muka bumi seperti amanah Undang-Undang Dasar,” kata Mujetaba kepada Anadolu Agency.
Mujetaba juga menegaskan, penyampaian aspirasi ini dipengaruhi oleh apa yang terjadi di Masjid Al Aqsa. "Kalau Masjid Al Aqsa masih ditutup sampai minggu depan, kami akan turun dalam jumlah yang lebih besar,” tegasnya.
Sebagai sesama umat Muslim, menurutnya, aksi ini merupakan panggilan nurani untuk menjaga kiblat pertama kaum muslim itu. Sebab, tanggung jawab menjaga Masjid Al Aqsa bukan hanya di tangan pemerintah Palestina, tapi juga seluruh umat Islam.
Dia berharap, “Semoga ada tindakan nyata dari Indonesia untuk merespon peristiwa penutupan Masjid Al Aqsa. Ini teriakan kepada pemerintah Indonesia yang rakyatnya mayoritas Muslim supaya masjid suci ini diperjuangkan agar bisa dipakai beribadah lagi,” tutupnya, sebagaimana dikutip Shenny Fierdha di laman Anadolu Agency.
Dalam sebuah kesempatan, kalau tidak salah ingat, saya pernah memandu diskusi bersama beliau. Waktu itu beliau bahas soal sifat-sifat utama yang harus dimiliki seorang muslim. Biasanya, saat mendengarkan bahasan Islam dari orang yang dalam ilmunya itu mendatangkan tidak hanya kedalaman ruhiyah tapi juga pemikiran kita.
Dari Wonomulyo, Sulawesi Barat, Ust Zainal Abidin, koleganya menulis sebagai berikut: "Saya dengan beliau pernah satu pondok pesantren selama 6 tahun sejak 1982 sd 1988...Saya termasuk salah satu alumni pesantren IMMIM seangkatan yg cepat menikah, hanya kurang lebih 3 tahun selepas pesantren."
"Dr. Mujetaba-lah yang setia menemani saya sejak 1 atau 2 hari sebelum akad s.d. 3 hari setelah akad. Beliau mencukur rambut saya dan mendampingi saya sepanjang hari-hari bahagia itu. Yang paling saya ingat beliau membisik saya, "kamu menikah dengan perempuan elo tomatoa (pilihan orang tua), kalau saya nanti menikah elota matoha (pilihan sendiri)."
Dr. Mujetaba kuliah di IAIN Alauddin Makassar sementara saya, lanjut Ust Zainal, kuliah di LIPIA Jakarta. "Sehingga kami hidup di dua kota yg berbeda dan harus naik pesawat atau kapal laut kalau mau saling mengunjungi."
Ust Zainal melanjutkan ceritanya:
"Suatu waktu Dr. Mujetaba melanjutkan kuliahnya di pascasarjana IAIN Syarif Hidayatullah Ciputat, sehingga kadang ada waktu ketemuan dan mengobrol. Beliau senang perubahan dan gerakan perubahan yg kebetulan tinggal di Bekasi, saat itulah saya perkenalkan dg sahabat saya atas nama Muh Nuh, sehingga bersentuhan dengan gerakan tarbiyah selama ambil S2 di Ciputat. Ketika saya terpilih menjadi anggota DPRD Sulawesi Barat dari PKS, saya sering mengundang beliau memberikan ceramah dan arahan kepada kader-kader PKS di Sulawesi Barat."
Pada Ahad, 16 Mei 2021 pukul 04.30 Wita, Mantan Komisioner Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) Kota Makassar tersebut pergi untuk selamanya di Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo, Jalan Perintis Kemerdekaan KM 11, Makassar.
Banyak orang menuliskan kesan terkait beliau di media sosial, dan tak lepas semuanya dengan doa. Dr. KH. Mudzakkir Arif, mendoakan tokoh dan pejuang tersebut sebagai berikut:
اللهم أسكنه الفردوس الاعلى من الجنة
Artinya: "Ya Allah, tempatkan beliau dalam Firdaus yang paling tinggi di dalam surga." Dari jauh saya turut mendoakan semoga alm Dr. Mujetaba Mustafa diberikan tempat terbaik di sisi Allah swt dan keluarganya diberi kesabaran. *

Anre Gurutta KH. Sanusi Baco, Tokoh Perekat Masyarakat

"Almarhum adalah ulama yang sangat luas ilmunya dan lembut penampilannya." --Mahfud MD

Tokoh agama Sulsel KH. Sanusi Baco yang juga Mustasyar PBNU, meninggal di usia 84 tahun pada Sabtu 15 Mei 2021. Ia meninggal karena sakit kolik Abdomen, penyakit nyeri hebat pada perut yang sifatnya hilang dan timbul.
Beliau adalah kawan dari alm Gus Dur dalam kapal dari Indonesia menuju Mesir untuk belajar di Al-Azhar, Kairo.
"Anregurutta Sanusi Baco bersahabat dg #GusDur sejak bersama naik kapal menuju Kairo sebagai penerima beasiswa kuliah di Al-Azhar Kairo. Naik kapal barang 28 hari, kata beliau hiburannya hanya joke2 GusDur. Banyak kenangan di antara mereka. Semoga nanti berkumpul bersama lagi." Demikian tulis Alissa Wahid di Twitter.
Beliau lahir pada 4 April 1937 di Maros, Sulsel dan memulai pendidikan dengan belajar kepada beberapa guru di desanya. Dikutip dari laman Laduni NU, beliau kemudian mondok di Pesantren Darud Da’wah wal Irsyad (DDI) Mangkoso, Barru, selama 8 tahun.
Sanusi Baco menyelesaikan pendidikan sarjana muda di Universitas Muslim Indonesia (UMI) yang kemudian mendapat beasiswa dari Departemen Agama (kini Kementerian Agama) untuk kuliah di Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir.
Setelah kembali ke Makassar, aktivitasnya antara lain mengajar di UMI, Sekolah Tinggi Ilmu Dakwah Al-Ghazali (UIM) dan mendirikan Sekolah Tinggi Al-Ghazali Cabang STAI Al Ghazali di Makassar. Beliau juga dikenal sebagai Dosen Tetap di Fakultas Syariah IAIN Alauddin Makassar.
Selain berwawasan luas, sosok "ulama besar kharismatik yang tak lelah membimbing umat"--mengutip frasa dari Ust Surya Darma, Lc, tokoh Islam Sulsel, juga dikenal sebagai perekat umat beragama dan bermasyarakat. Tokoh perekat seperti beliau sangat dibutuhkan oleh umat dan bangsa.
Kata "Anre Gurutta", yang dilekatkan pada namanya adalah istilah yang ditujukan kepada tokoh Ulama yang telah menempati status sosial yang sangat tinggi dan telah mendapat tempat dan kedudukan terhormat di mata masyarakat Bugis-Makassar.
Laman NU Online (2015) menulis: "Anre Gurutta Haji Sanusi Baco adalah ulama kharismatik, pemimpin spiritual masyarakat di Sulawesi Selatan, selain menjadi Rais Syuriyah, Gurutta juga dipercaya sebagai Ketua MUI Sulawesi Selatan, Ketua Umum Yayasan Masjid Raya Makassar serta mengasuh pesantren Nahdlatul Ulum, salah satu Pesantren milik Nahdlatul Ulama di Kabupaten Maros."
Selain mengabdikan dirinya di Universitas Islam Makassar, beliau aktif berdakwah dan memberikan nasehat kepada masyarakat Sulawesi Selatan. Pada tahun 2012 beliau dianugerahkan Doktor Honoris Causa dalam bidang Hukum Islam atau fiqh di Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar.
KH. Sanusi Baco yang dari NU juga kerap dipersepsikan sebagai menara kembar, bersama dengan KH. Jamaluddin Amin dari Muhammadiyah, yang menyinarkan umat Islam di manapun berada. Demikian tulis buku "Menara Kembar Ummat: Kumpulan ceramah KH Jamaluddin Amien dan AGH Dr Sanusi Baco Lc.
Terakhir bertemu beliau saat soft launching buku saya, "KH. M. Arif Marzuki: Segulung Cerita dari Maccopa" yang saya tulis dan diterbitkan Tinta Medina, imprint Tiga Serangkai. Acaranya digelar di Gowa. Kiai Sanusi hadir dan menjadi magnet perhatian banyak orang.
Kharismanya luar biasa. Sangat mungkin kharisma itu terlahir dari kedekatannya kepada Allah. Orang-orang yang dekat kepada Allah, mereka dikaruniai dgn berbagai keutamaan yang langka.
Kita berdoa semoga alm mendapatkan tempat terbaik di sisi Allah swt, keluarga yang ditinggalkan diberi ketabahan, dan selanjutnya akan lahir para ulama besar sepeninggalnya.
Patah tumbuh hilang berganti. Perjuangan beliau menjadi teladan bagi generasi sesudahnya. Kisahnya menjadi "lisana shidqin fil akhirin", buah tutur yang baik bagi orang2 (yang datang) kemudian, sebagaimana doa Nabi Ibrahim as:
وَاجْعَلْ لِّيْ لِسَانَ صِدْقٍ فِى الْاٰخِرِيْنَ ۙ
"dan jadikanlah aku buah tutur yang baik bagi orang-orang (yang datang) kemudian." (QS. Asy-Syuara: 84) *

Logika Rezeki

Obrolan soal belajar dan bekerja sesungguhnya tidak terlepas dari rezeki. Keduanya adalah rezeki dalam arti kebaikan. Bagaimana cara dapat keduanya? Tentu kita harus tahu pola yang tersedia di alam ini. Tuhan beri banyak sekali tanda-tanda alam yang dapat kita pikirkan dan manfaatkan agar bisa mencapai yang namanya sukses--di dunia, dan di akhirat insya Allah.

Rezeki belajar dan bekerja sesungguhnya dapat terbuka jika kita mau mempraktikkan apa yang saya sebut sebagai 3H: head, hands, dan heart. Kepala harus kita pakai untuk berpikir, dapat pengetahuan, yang dari situ kita dapat pendalaman. Tangan harus kita gunakan untuk bekerja, dan pada akhirnya harus menemukan sesuatu. Dan, hati harus kita pakai untuk menjadi manusia yang memotivasi dan punya tujuan hidup. Integrasi tiga H ini penting sekali agar berhasil dalam berbagai tujuan hidup.
Semua orang berhasil mengintegrasikan tiga H itu. Berbagai literatur yang saya baca, termasuk biografi para tokoh, termasuk qashasul anbiya' ("kisah-kisah para Nabi") juga mengintegrasikan 3 hal itu. Ketiganya itu merupakan anugerah dari Tuhan yang kalau kita optimalkan maka dapat memberikan efek wow bagi tiap orang. Artinya, semua orang--dari yang beragama sampai tidak beragama--jika memanfaatkan tiga hal itu maka dia akan berhasil.
Tapi memang, dalam agama punya konsep lainnya, yaitu kesalehan (piety). Tiga hal itu jika dilaksanakan secara konsisten tanpa kesalehan maka akan menjadi pribadi sukses (di dunia) tapi belum tentu di alam akhirat. Maka, agama punya konsep kesalehan, yaitu sikap untuk mengikuti apa yang diperintahkan agama. Agama dalam hal ini menjadi penentu yang mana disebut sebagai pemenang dan kalah, mana yang beruntung dan mana yang merugi.
Maka, jika dalam sebuah diskusi saya hanya menyebut tiga H itu, hari ini saya ingin menambahkannya dengan kesalehan. Seseorang harus punya kesalehan agar kesuksesan yang dia dapatkan itu dapat memberikan makna tidak hanya di dunia tapi juga di akhirat, di alam yang kita tidak tahu tapi Tuhan memberitahukan bahwa alam itu memang ada dan kita harus percaya seutuhnya.
Jadi, sesiapa yang ingin berhasil dalam studi (apakah ia seorang ayah muda atau tua), dalam bekerja (masih bawahan atau atasan), atau dalam berbagai aktivitasnya, maka keberhasilan yang harus dia kejar janganlah hanya keberhasilan temporal (seperti sekedar dapat gelar, terkenal, kaya, dst) tapi mereka harus mencari juga keberhasilan yang abadi, yaitu berhasil dan beruntung pada alam yang di sana. Dan itu dapat didapatkan lewat optimalisasi kepala, tangan, hati, ditambah dengan amal saleh.

Indonesia Bersama Palestina

Keberpihakan Indonesia terhadap Palestina tidak berubah sejak zaman Bung Karno hingga Joko Widodo. Pada 1962, Presiden Bung Karno menyampaikan sikapnya dalam mendukung Palestina: "Selama kemerdekaan bangsa Palestina belum diserahkan kepada orang-orang Palestina, maka selama itulah bangsa Indonesia berdiri menantang penjajahan Israel."

Pada 2021, Presiden Joko Widodo mengeritik dan mengutuk keras Israel: "Pengusiran paksa warga Palestina dari Sheikh Jarrah, Yerusalem Timur, dan penggunaan kekerasan terhadap warga sipil Palestina di Masjid Al-Aqsa tidak boleh diabaikan. Indonesia mengutuk tindakan tersebut dan mendesak Dewan Keamanan PBB untuk mengambil tindakan atas pelanggaran berulang yang dilakukan oleh Israel. Indonesia akan terus berpihak pada rakyat Palestina."
Posisi pro-Palestina ini sangat terang dan jelas sesuai dengan alinea 1 Pembukaan UUD 1945: "Bahwa sesungguhnya Kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri-kemanusiaan dan peri-keadilan."
Alinea pertama tersebut menjelaskan posisi Indonesia dalam menyikapi kemerdekaan dan penjajahan:
1. Kemerdekaan adalah hak segala bangsa
2. Penjajahan di atas dunia harus dihapus
3. Kenapa harus dihapuskan? Karena: tidak sesuai dengan dua sifat, yakni: peri-kemanusiaan dan peri-keadilan.
Kalimat "Kemerdekaan adalah hak segala bangsa" mengandung dua bagian penting: "kemerdekaan" dan "hak segala bangsa." Kemerdekaan berasal dari kata "merdeka", bahasa Sanskerta maharddhika, yang berarti "kaya, sejahtera, dan kuat" yang dalam bahasa Melayu dan bahasa Indonesia diartikan sebagai "bebas atau tidak bergantung/independen."
Ditambahnya kata "adalah hak segala bangsa" menguatkan gagasan bahwa menjadi bangsa yang kaya, sejahtera, kuat, bebas, tidak tergantung kepada bangsa lain, adalah hak, sesuatu yang harus didapatkan setiap orang yang telah ada sejak lahir, bahkan sebelum mereka lahir. Bangsa sebagai "kumpulan manusia yang beridentitas sama" wajib mendapatkan haknya sebagai manusia dan bangsa yang merdeka.
Bangsa Palestina berhak untuk menjadi bangsa merdeka dari berbagai penjajahan, opresi, hingga tindakan apartheid dan persekusi dari Israel. Indonesia mendukung penuh kemerdekaan Palestina sejak dulu sampai sekarang, dan posisi ini tidak berubah sesuai dengan amanat konstitusi. Konstitusi Indonesia adalah UUD RI Tahun 1945 yang substansinya termaktub dalam pembukaan dan pasal-pasal yang ada di dalamnya.
Kalimat selanjutnya, "dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan" mengandung posisi Indonesia yang sangat jelas bahwa penjajahan dalam bentuk apapun dan di manapun di dunia ini haruslah dihapuskan.
Penjajahan itu mencakup: proses, cara, dan perbuatan menjajah. Lokasinya adalah di dunia, yang dimaknai sebagai "bumi dengan segala sesuatu yang terdapat di atasnya", "planet tempat kita hidup", atau yang lebih luas lagi adalah: "alam kehidupan." Di semua alam di mana manusia hidup, yang namanya penjajahan haruslah dihapuskan.
Itulah kenapa sampai sekarang Indonesia menolak membuka hubungan diplomatik dengan Israel, sejak diproklamasikan oleh David Ben-Gurion pada 14 Mei 1948, karena dianggap sebagai penjajah yang merampas tanah rakyat Palestina.
Satu tahun setelah proklamasi itu, Israel mengusulkan membuka konsulat di Indonesia, tapi tidak digubris Indonesia. Pada Januari 1950, Menteri Luar Negeri Israel (1948-1956), Moshe Sharett mengirim telegram kepada Wapres Mohammad Hatta yang berisi pengakuan penuh Israel terhadap kedaulatan Indonesia. Bung Hatta hanya menanggapi dengan ucapan terima kasih tanpa menawarkan hubungan diplomatik.
Apa alasan penolakan terhadap penjajahan? Alasan paling mendasar dari penghapusan penjajahan di atas dunia adalah karena penjajahan itu "tidak sesuai dengan peri-kemanusiaan dan peri-keadilan." Kata "peri" berarti "hal, sifat, keadaan, laku, yang layak bagi manusia, sifat-sifat yang layak bagi manusia, atau keadaban. Penjajahan dianggap tidak sesuai dengan sifat manusia dan sifat keadilan.
Dalam kalimat ini terlihat gagasan bahwa tabiat dasar manusia adalah beradab dengan sifat-sifat keadaban dan keadilan yang melekat dalam dirinya. Dari sifat beradab itu, manusia kemudian menciptakan peradaban, ilmu pengetahuan, yang semua itu harus diturunkan pada kesejahteraan manusia.
Sifat keadilan merupakan bagian penting dalam dunia manusia. Keadilan meniscayakan adanya perbuatan dan perlakuan yang adil bagi semua manusia sehingga setiap orang memiliki hak dan kesempatan yang sama untuk tumbuh dan hidup bermasyarakat. Secara bahasa, sifat adil itu berarti maknanya adalah: "sama berat", "tidak berat sebelah", atau "berpihak kepada yang benar."
Dukungan Indonesia pada pada level multilateral terlihat dari konsistensi untuk selalu menyuarakan isu-isu seputar Palestina di forum Dewan Keamanan PBB. Bersama Malaysia, Indonesia meminta Dewan Keamanan PBB untuk campur tangan dan menghentikan "tindakan tercela: serangan Israel di Gaza di saat konflik antara pasukan Israel dan militan Palestina yang kian berkecamuk.
Menyikapi agresi militer Israel ke Palestina (2021), Kepada Organisasi Kerja sama Islam (OKI), pada 15 Mei 2021, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengusulkan agar: (1) OKI memastikan adanya persatuan, di antara negara anggota OKI dan di semua pemangku kepentingan di Palestina, (2) OKI harus mengupayakan gencatan senjata segera, dan (3) OKI tetap fokus membantu kemerdekaan bangsa Palestina.
Pada level bilateral, Indonesia juga melakukan berbagai dukungan kerja sama teknis dan bantuan kemanusiaan kepada ribuan warga Palestina dalam berbagai keahlian seperti pertanian, perikanan, pariwisata, dan lain sebagainya.
Tahun 2019, dalam Debat Terbuka Dewan Keamanan (DK) PBB tentang situasi di Timur Tengah (28/10/2019) yang dipimpin oleh Menteri Luar Negeri Afrika Selatan Naledi Pandor, Indonesia menegaskan dukungannya untuk kemerdekaan Palestina.
Dubes Dian Triansyah Djani, Utusan Tetap RI untuk PBB menekankan: “Israel harus segera menghentikan pembangunan ilegal dan provokasi oleh pasukan keamanan di tempat-tempat suci di wilayah pendudukan Palestina. Tindakan-tindakan ini telah melanggar hukum internasional dan resolusi PBB, seperti resolusi 2334 (2016) dan menghambat upaya pencapaian perdamaian dunia." (Kemlu.go.id, 28/10/2019)
Mengutip laman Kemlu, Indonesia percaya bahwa kemerdekaan Palestina sangatlah penting untuk menjaga perdamaian dan keamanan internasional. Oleh karena itu, komunitas internasional harus membalikkan tren negatif yang menghambat pencapaian two-state vision yang merupakan solusi terbaik dalam mengatasi konflik. “Kegagalan komunitas internasional dalam menyelesaikan masalah ini akan memberikan dampak besar, tidak hanya dalam pencapaian resolusi damai antara Israel-Palestina, namun juga perdamaian dan stabilitas di seluruh kawasan Timur Tengah." Demikian tegas Dubes Djani.
Beberapa bentuk diplomasi "tangan di atas" itu sangat relevan dengan posisi Indonesia yang anti pada penjajahan sekaligus solidaritas terhadap bangsa-bangsa yang lemah. Dalam kesehatan, misalnya Indonesia (lewat inisiasi MER-C) juga membangun Rumah Sakit Indonesia di Bayt Lahiya, Gaza Utara, dengan sumbangan masyarakat Indonesia dari Sabang sampai Merauke. Sementara ini, Indonesia (lewat MUI) juga akan membangun Rumah Sakit Indonesia di "Al-Khalil" Hebron di atas tanah waqaf seluas 4.000 m2.
Berpijak pada aline pertama Pembukaan UUD 1945 di atas, kita jadi mengerti mengapa sejak Indonesia berdiri sampai sekarang, bangsa ini tetap mendukung Palestina. Secara konstitusi, dukungan kita terhadap Palestina, atau kepada bangsa-bangsa terjajah lainnya, adalah karena faktor martabat manusia, bahwa semua manusia harus duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi. *

Angin Perubahan

Saya baru saja menikmati secangkir cappucino di depan cafe tak jauh dari kampus yang masih tutup sebab pandemi. Upaya untuk menyelesaikan tugas kadang harus dituntasin dengan ber-'uzlah sambil menikmati secangkir minuman agar mata tetap terbuka, pikiran tetap jalan, dan tangan tetap lincah menari di atas keyboard. Bahkan dalam keramaian saya merasa harus dapat menemukan kedamaian untuk itu.

Menjelang siang ini, orang-orang mulai berdatangan ke sini. Seorang perempuan muda berkacamata hitam, sekitar 30-an pertengahan, duduk khusyuk memegang dua ponsel, sambil sesekali mengisap sebatang yang belum habis-habis sedari tadi.
Bau rokok mulai terasa seiring dengan satu dua orang datang ke sini pasca lebaran. "Lu ke sini ya, ada temen gue," kata seseorang di dekat saya. Sejenak, saya coba buka Youtube cari-cari apa lagu yang enak didengar pagi ini.
Bertemulah saya dengan "Wind of Change" dari Scorpion, grup band rock asal Jerman. Lagu lama, rilis 1991, tapi menyibakkan harapan dan keajaiban masa depan yang sudah dekat dimana anak-anak bisa bermimpi dengan indah, dan kita semua bisa lebih dekat kayak saudara: "...that we could be so close, like brothers."
Hembusan angin perubahan saat ini juga terlihat di mana-mana. Anak-anak masa lalu kita telah menjadi pemimpin masa kini. Di tengah lingkaran hidup yang terpaut dengan media sosial, banyak orang pun harus bersiasat agar dapat bertahan. Siasat saling menunggu, bahkan saling menyerang terjadi di ranah virtual, dalam banyak kasus.
Kita lupa bahwa saat ini kita sebenarnya sudah seperti saudara, atau bahkan sudah saudara. Kita dipersatukan oleh masing-masing kesatuan, apakah itu keluarga, pertemanan, alumni-alumni, atau oleh geografis. Tapi, kenikmatan untuk menyerang satu dan lainnya terjadi, tanpa ada semangat untuk belajar. Kita lebih senang memukul dulu, mikirnya kemudian. Tragis. Modern tapi kembali barbar.
Angin perubahan menunjukkan bahwa telepon jadi lebih smart ketimbang pemiliknya. Kepintaran menggunakan ponsel jauh meningkat tapi kebijaksanaan sebagai manusia turun drastis oleh hasrat narsistik dan ingin terus update. Minim pikiran mendalam, yang penting: "suka, tinggal likes, share, komen", "ngga suka, tinggal unlikes, jangan sebar, dan bully."
Entah angin perubahan apa yang membuat modernitas jadi seperti ini. Modernitas sejatinya membawa kita pada tingkatan nalar yang lebih tinggi, mendalam, tanpa melupakan sisi humanitas kita sebagai manusia.
Kita diajarkan untuk kritis, tapi kita lupa untuk mempraktikkan kritis yang ngga malu-maluin diri sendiri plus kritis yang beradab. Memang ngga populer, tapi sikap "ngga malu-maluin" dan "beradab" itu penting untuk merawat peradaban kita sebagai manusia. Karena, itulah sebenarnya hakikat dari ketinggian nilai manusia.
Saya kembali dengar Scorpion. Walau Led Zeppelin, Bon Jovi, dan Aerosmith sudah tidak sabaran menyanyi untuk saya, mulai dari "stairway to heaven, always, hingga crazy", hatiku masih terpaut pada Scorpion. Bukan karena beberapa hari lalu baru khatam Mortal Kombat yang dimainkan oleh aktor laga kesukaan saya, Hiroyuki Sanada, yang berperan sebagai Hanzo Hasashi/Scorpion musuhnya Bi-Han yang diperankan Joe Taslim.
"Take me to the magic of the moment
on a glory night
where the children of tomorrow dream away
in the wind of change."
Dunia kita sudah berubah. Sadar atau tidak, banyak yang berubah, mulai dari planet yang makin rusak, yang berpotensi mengancam kelangsungan hidup berbagai spesies, dan olehnya itu menuntut kita agar bisa mempraktikkan "arts of living" (seni hidup).
Sekelompok ilmuwan yang peduli, kemudian nulis bareng "Arts of Living on a Damaged Planet: Ghosts and Monsters of the Anthropocene" (2017). Buku yang diedit oleh Anna Lowenhaupt Tsing, Nils Bubandt, Elaine Gan, Heather Anne Swanson tersebut, salah satunya menawarkan proposal pentingnya "colloborative survival" menghadapi berbagai problem "hantu/monster"--bahkan termasuk corona juga untuk konteks sekarang--yang hadir dan mengancam eksistensi spesies kita di planet ini.
Dalam cerita perjuangan itu, kita butuh kolaborasi. Sebuah mimpi dan kerja-kerja bersama untuk menyelamatkan spesies kita dari kemungkinan serangan kepunahan. Termasuk di situ adalah pentingnya kita mengenyahkan perbedaan partikular dan memupuk kebersamaan demi kehidupan kita bersama-sama, demi kita semua.
Antropolog Tim Ingold, dalam bukunya "The Life of Lines" (2015) menulis bahwa belajar dari bayi, kemelekatan adalah hal pertama yang kita lakukan. Semua bayi melekat kepada ibunya, kemudian kepada orang lain dalam komunitasnya. Kita semua yang dewasa ini juga pada dasarnya masih melekat dengan hal-hal di sekitar kita, termasuk dengan bumi ini.
Dalam konteks relasi sosial, ngga dari kita yang bisa melakukan sesuatu dengan sendirian. Beras yang dimakan orang kota, misalnya, asalnya dari kampung-kampung, pun ikan yang disajikan di hotel mewah berasal dari kerja para nelayan. Artinya, kita semua ini saling melekat, saling terkait, maka penting untuk kita dekatkan satu sama lainnya, agar kerja bareng pada hal-hal yang kita sepakati--untuk kepentingan bersama--dan mulai berkompromi pada hal-hal kecil yang dapat didamaikan.
Jika kita bersama-sama, maka akan tercipta stabilitas. Kebersamaan itu digambarkan dengan garis; relasi antarorang, antarkomunitas, dan antarbangsa. Manusia harus mengikat sedemikian rupa sehingga kalaupun ada ketegangan di musim angin perubahan apapun itu, maka ketegangan itu dapat ditahan agar tidak memisahkan kita semua. Sebaliknya, saling terkait akan membuat kita lebih kuat, lebih stabil, dan mampu menghadapi musuh bersama di atas planet ini. *
Depok, 19 Mei 2021
* Sebagian jiwa tulisan ini adalah ingatan untuk kawanku yang baik, yg terakhir bertemu di depan sebuah kampus di Ciputat. Doaku untukmu, brother.

Berpikir 50 Tahun

Orang-orang yang berpikir panjang acapkali ditertawakan pada awalnya tapi kemudian disanjung pada akhirnya. Quote ini menjelaskan bagaimana evolusi pikiran manusia--yang sangat mungkin berubah seiring pergantian generasi dan pertambahan pengetahuan.

"Waktu akan mengubah segalanya," kata orang begitu. Ada rasa tidak kuasa atas kehendak waktu yg bisa menerabas, menaikkan, bahkan menjatuhkan segalanya.
Peradaban besar pun begitu: berdiri, bangkit, berjaya, dan jatuh. Orang besar pun begitu: masyhur, dipuja, dan jatuh. Maka, perjalanan segala yang bernama makhluk fana itu kayak gunung: mula-mula kita menanjak, kemudian tiba di puncak, dan setelah itu turunan.
Para cendekia sebagian dicerca oleh zaman--tepatnya: oleh kuasa. Dianggap aneh, gila, bahkan harus meregang nyawa di altar kekuasaan. Tapi, waktu--seperti yang kita bilang tadi--itu bisa mengubah segalanya, karena bergantinya generasi atau bertambahnya pengetahuan baru yg bisa mengubah status quo.
Kisah pemuda kahfi yang tidur di gua 300-an tahun menjelaskan bagaimana waktu mengubah dunia. Pas bangun, dunia sudah berubah. Raja tiran telah musnah, selamat datang raja adil. Berputar-putar, kadang tiran di atas kadang adil di atas. Ada semacam pola yang dititipkan-Nya bagi dunia.
Pada usia 37 tahun, Theodor Herzl, tokoh utama gerakan zionisme yang disebut sebagai "the spiritual father of the Jewish State", sudah menulis visi 50 tahunnya sebagai berikut:
"At Basel I founded the Jewish State. If I said this out loud today, l would be greeted by universal laughter. In five years perhaps, and certainly in fifty years, everyone will perceive it." (3 September 1897)
(Di Basel saya mendirikan Negara Yahudi. Jika saya mengatakan ini dengan lantang hari ini, saya akan disambut oleh tawa secara universal. Dalam lima tahun mungkin, dan tentunya dalam lima puluh tahun, semua orang akan mengetahuinya).
Israel Ministry of Foreign Affairs, menulis: "Pada 1947, lima puluh tahun setelah kongres Basel, Organisasi Zionis dan institusi nasional yang didirikan di berbagai kongres telah berubah dan tumbuh menjadi institusi nasional negara Yahudi yang baru lahir, dan membuka jalan bagi pembentukan Israel pada 15 Mei 1948."
Pada tahun 2021, Israel tidak hanya akan merayakan 124 tahun Kongres Zionis Pertama, tapi juga menyaksikan bagaimana visi Herzl menjadi kenyataan. Seperti yang dikatakan Herzl, "If you will it, it is no dream" (Jika Anda mau, itu bukan mimpi).
Saya tidak mendukung visi Herzl dan bagaimana state itu didirikan dan di-drive dengan cara apartheid, tapi kita bisa belajar bagaimana seorang anak muda yang usianya belum 40 tahun tapi visinya sangat jauh, lintas, dan panjang.
Di Indonesia juga banyak anak muda yang bervisi panjang. Bung Karno dan Bung Hatta adalah contoh familiar bagaimana sejak mudanya mereka berjuang dan membentuk negara dengan gagasan hasil olah jiwa dan bacaan dari sekian banyak literatur dan contoh. Tulisan mereka punya ruh, dan bersama para tokoh bangsa lainnya, perjuangan mereka telah menjelma dalam visi jangka panjang kita di dalam lima sila yang memulai dari ketuhanan sampai keadilan sosial.
Berpikir panjang perlu kita budayakan, bahkan kita latih, dan ajarkan kepada generasi kita. Agar apa yang mereka tulis di media sosialnya, tidak lagi sekedar jadi pemandu sorak atau hanya "likes, comment, share plus subscribe", tapi menawarkan gagasan jangka panjang. Gagasan yang mungkin sekarang belum relevan, tapi sangat mungkin jadi opsi untuk masa depan. *
Depok, 20 Mei 2021

Saturday, May 15, 2021

Solidaritas Kepada Kaum Lemah


Ada banyak sekali kaum lemah di bumi ini. Yang dekat maupun yang dekat. Terlepas lokasi geografis itu, mereka tetaplah kaum lemah yang sebaiknya dibantu semaksimal tenaga.
Kaum lemah di dekat kita bisa jadi keluarga dekat, keluarga jauh, atau tetangga. Bahkan, diri kita sendiri juga bisa jadi "pribadi yang lemah"; lemah iman, lemah ilmu, lemah akhlak, lemah ekonomi, dst. Kepada semua itu kita harus beri perhatian.
Kaum lemah yang jauh bisa berupa kenalan kita, atau warga masyarakat nun jauh di sana yang kesulitan air bersih, makanan, akses, dan juga harapan sebab ditimpa berbagai ujian hidup mulai dari alam sampai manusia. Kepada mereka, kita juga harus beri bantu.
Suatu waktu, ada burung kecil yang jauh di samping rumah. Kakinya luka. Saya ambil, bawa masuk ke rumah dan mengoleskannya minyak. Saya masukkan ke dalam kandang. Awalnya saya lihat mulai sehat, tapi itu tidak berlangsung lama. Dia pergi.
Saya sedih, kenapa tidak bisa membantu burung kecil itu; agar bisa sehat lagi, agar bisa terbang lagi. Sampai sekarang, saya masih teringat perihal hewan kecil itu.
Ketika melihat mereka yang menderita, kita semua pasti sedih. Siapapun itu, apapun latar belakangnya. Penderitaan adalah alasan bagi solidaritas. Maka, kita pun bersolidaritas kepada mereka yang menderita, sambil mencari-cari adakah formula agar penderitaan itu--entah yang disebabkan alam atau manusia--bisa sedikit sedikit dihilangkan.
Kepada kaum lemah hati kita diletakkan. Makhluk yang sedang sulit, fisik yang sedang lemah. Kepada mereka harus kita simpati, empati, dan bersolidaritas seutuh jiwa dan raga.
Solidaritas kepada kaum lemah itu wujudnya bisa banyak macam. Tapi umumnya ada dua: materi dan non-materi. Keduanya atau salah satunya jika dilakukan sesungguhnya merawat tabiat kita sebagai manusia yang tidak hanya diberi kemampuan untuk bertahan tapi juga kemampuan untuk membantu kalangan yang lemah.
Menjadi pribadi yang solider terhadap kaum lemah itu tidak mudah karena kerap dirintangi oleh berbagai pilihan yang kadang rada sulit. Tapi solidaritas--dalam bentuk apapun itu--harus kita miliki dan tunjukkan, bahwa kita bersama orang-orang yang lemah.*

Kazakhstan from the Eyes of Indonesia: Understanding and Enhancing Long-Term Partnerships

Kazakhstan is known as the ‘Heart of Asia’. A country that is locked by the largest land in the world located in Central Asia. Kazakhstan is...