Thursday, March 17, 2022

HWPL, "Deklarasi Damai-Berhenti Perang" dan Tugas Global Kita

Atas kebaikan hati Imam Shamsi Ali--yang berbagi link kegiatan--saya mengikuti acara tahunan "peringatan proklamasi" deklarasi perdamaian dan penghentian perang (declaration of peace and cessation of war) yang digelar Heavenly Culture, World Peace, Restoration of Light (HWPL), 17 Maret 2022 secara daring. 

Dipandu oleh Amanda Dixos, acara yang dihadiri 200-an peserta dari seluruh dunia tersebut diisi oleh presentasi singkat dari tokoh perdamaian, di antaranya Imam Shamsi Ali. Dalam paparannya, Imam Shamsi membahas soal "human gaps" yang berdampak pada ketidakadilan dan serangan kekerasan--seperti yang menimpa komunitas Asia di New York, beberapa waktu lalu. 

Tantangan yang kita hadapi, menurut Imam Shamsi, adalah "bagaimana keluar dari zona nyaman" atau tendensi egoistik menuju saling pengertian dan kerja sama. New York, ia contohkan, adalah "city of bridges, not walls", maka kita harus membangun jembatan, bukan tembok. Di zaman yang interconnected seperti sekarang, kita butuh komunikasi dan sinergi untuk membangun kesamaan, keadilan sosial untuk semua (social justice for all) dan melawan ketidakadilan. 

Sheikh Musa Drammeh menyoroti "the rise of ethnic violence", kebangkitan kekerasan terhadap etnik di kota New York. Dia menyarankan agar fenomena itu disikapi dengan diskusi. Diskusi akan memudahkan segalanya, kata dia. "Let's come sit on the table," lanjutnya. Duduk satu meja sangat penting untuk menyamakan persepsi, yang sangat mungkin tidak sama. 

Acara juga mendengarkan sambutan dari Chairman WHPL, Lee Man-hee. Dari podium, beliau bercerita bahwa "esensi dunia adalah kemanusiaan." Untuk itu, ia mengajak peserta agar mewariskan perdamaian kepada generasi pelanjut, dan mengakhiri konflik. "Tiap orang harus menjadi messenger of peace," kata dia. 

Menutup acara, Direktur Shin, mengatakan bahwa jangan lagi ada tragic war di dunia. Apa yang terjadi di Ukraina, pasca-invasi Rusia adalah bagian dari peristiwa tragis yang seharusnya ditentang oleh kita semua, sebab invasi tersebut tidak hanya mengakibatkan kerusakan fisik dan non-fisik tapi juga akan menyebabkan perang berkelanjutan khususnya antarkedua negara. Retaliasi yang tertinggal dalam benak anak-anak Ukraina misalnya dapat mengawetkan perang, dan itu tidak kondusif untuk kedua negara. 

Acara peringatan deklarasi perdamaian ini sangat baik untuk mengukuhkan kerja sama global. Dunia kita yang semakin menua ini membutuhkan saling pengertian global dan semangat bersama untuk menciptakan perdamaian. Konstitusi Indonesia mengamanatkan "...ikut menciptakan perdamaian dunia", dan negara lain juga sama. Deklarasi perdamaian sangat penting hadir tiap negara, tiap komunitas, dan tiap orang. 

HWPL, organisasi perdamaian dunia di bawah ECOSOC PBB, dapat memainkan peranan penting untuk perdamaian. Mr. Lee Man-hee juga sempat berkunjung ke Indonesia dan menjalin kemitraan dengan berbagai lembaga. Dalam konteks perdamaian dunia, semua komunitas sebaiknya diajak untuk bergabung dalam satu barisan. 

Sebagai "man of peace", kita harus mendukung berbagai inisiatif perdamaian dan penghentian peperangan. Semua pihak, tak terkecuali, perlu bersatu untuk itu. Sebab, dengan begitulah kita akan menjadi manusia seutuhnya, sesuai dengan tujuan penciptaan dan kehadiran kita di planet bumi ini. *



1 comment:

  1. Mantap pak Pres.
    Perang hanya akan menimbulkan penderitaan dan kerugian buat pihak yang berperang.
    Tidak zamannya lagi saling konfrontasi, tetapi sebaiknya ada kolaborasi demi keberlangsungan kehidupan dunia.

    ReplyDelete

Kazakhstan from the Eyes of Indonesia: Understanding and Enhancing Long-Term Partnerships

Kazakhstan is known as the ‘Heart of Asia’. A country that is locked by the largest land in the world located in Central Asia. Kazakhstan is...